Wednesday, December 4, 2013

Memahami Diinul Islam: al-Attas's Concept of Religion of Islam[1]

Oleh: Risna Inayah[2]

Agama dan teologi menjadi problem yang begitu rumit sekarang ini. Tuhan kini bisa dipahami dengan beragam macam cara dan pandangan, yang dapat menyebabkan pandangan yang beragam pula terhadap memahami agama. Jika pemahaman akan Tuhan keliru maka keliru pula pemahaman terhadap agama. Problem ini terjadi seiring dengan intensitas interaksi manusia yang semakin masif. Informasi dengan mudah dapat diakses sehingga berbagai kekeliruan akan semakin takterelakkan. Begitu kira-kira Dr. Wendi Zarman –direktur PIMPIN—membuka kuliahnya dalam pertemuan ke-3 Kuliah Pandangan Alam Islam III yang diselenggarakan Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN) pada sabtu, 19 Muharram 1435 (23/11/13) di ruang Lab Fisika lantai 2 Kampus Unikom Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung.

Sebagai pengantar kepada inti materi, kepada lebih dari 30 mahasiswa perwakilan berbagai institusi itu Wendi menerangkan akan pentingnya memberi perhatian terhadap “bahasa” dan penggunaannya. “Sangat banyak persoalan kekacauan disebabkan oleh kekeliruan dalam penggunaan bahasa.” tuturnya. Bahasa adalah identitas. Ia merefleksikan pikiran manusia terhadap suatu objek. Mengutip ide Prof. Al-Attas,[3] Wendi menjelaskan bahwa bahasa mencerminkan bagaimana kita memahami realitas atau objek pengetahuan. Jika suatu nama disalahpahami maka akan terjadi kesalahan pula dalam memahami realitas, sehingga sesuatu akan dipahami tidak sebagaimana mestinya.

"Materi ini kuliah ini penting agar kita memahami apa dan bagaimana sesungguhnya Islam. Jangan sampai ia dipahami dengan konsep yang dikelirukan oleh pandangan dari luar Islam yang sering membawa efek merusak terhadap konsep yang sudah mapan." Tutur Wendi.

Memperjelas pendapatnya Wendi mencoba memberikan beberapa contoh kekeliruan penggunaan bahasa (baca: terminologi) yang banyak terjadi yang menyebabkan timbulnya beragam masalah pelik lainnya.

Kata "Allah" adalah salah satu yang belakangan hangat mencuat di alam Melayu. Konsep "Allah" yang selama ini kita ketahui sebagai milik Islam menjadi persoalan ketika digunakan penganut Kristen untuk menyebut Tuhan mereka. Bagaimana tidak, konsep Tuhan yang dimiliki keduanya jelas sangat lain. Jika hal ini dibiarkan maka kerancuan dan kekeliruan berpikir akan terjadi dalam masyarakat.

“Pluralisme” adalah contoh lainnya. Pluralisme diketahui luas sebagai pengakuan terhadap keberagaman, bahwa tak hanya agama tertentu yang eksis namun juga agama yang lain. Ia disamakan dengan toleransi, padahal tak sesederhana itu. Ia merupakan istilah filosofis yang mewakili keyakinan bahwa agama-agama memiliki kebenaran yang sama. Tidak ada yang lebih benar. Maka tak ada yang boleh dicela. Istilah ini tidak menghendaki adanya truth claim. Ia pun takkan pernah mengizinkan pernyataan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Padahal, lanjut Wendi, tidak ada gunanya beragama tanpa truth claim. "Jangankan dalam agama, dalam berorganisasi atau berpartai pun truth claim selalu ada," tegasnya.

Selanjutnya, suara-suara yang ramai bergema saat ini adalah “humanisme”. Ia umumnya hanya dipahami sebagai kepedulian terhadap nasib-nasib orang yang tertidas. Padahal lebih dari itu, secara konseptual “humanisme” menyimpan paham bahwa standar kebenaran ada pada manusia. Tentu sangat bertolak belakang dengan Islam yang menjadikan wahyu tanzil sebagai standar. Maka kemudian istilah “Islam humanis” menjadi istilah yang takbisa diterima karena rancu. Keduanya memliki konsep tersendiri. Muslim adalah muslim, dan humanis adalah humanis, tegas Wendi.

Setelah memaparkan beberapa contoh kekeliruan penggunaan bahasa (baca: istilah) Wendi lalu menerangkan bahwa kekeliruan ini pun terjadi pada istilah “Islam”. Islam yang kita pahami sebagai agama yang Allah turunkan melalui Muhammad saw. kini coba direduksi maknanya menjadi “penyerahan diri” semata. Padahal tak setiap yang menyerahkan diri itu Islam.

Spiritualisme dan Pengalaman Traumatik Barat[4]
Pemikiran keagamaan Barat masa kini oleh Wendi dibagi menjadi dua. Pertama, keyakinan bahwa suatu saat akan terjadi di mana akibat intensitas interaksi antar manusia yang begitu masif akan membuat pemahaman manusia akan keagamaan sama. Inilah yang disebut dengan Kesatuan Transendens Agama-agama (Global Theology) yang diusung salah satunya oleh John Hick.[5] Sementara yang ke-dua, intensitas interaksi manusia yang semakin masif justru akan membuat manusia berkesimpulan bahwa agama tidak lagi diperlukan sebab semua rahasia sains sudah terungkap. Hal ini diungkapkan oleh Auguste Comte. Meski lain, kedua pemikiran ini lahir dari rahim yang sama, yaitu perjalanan sejarah Kristen yang traumatik.

Doktrin Kristen pada masa lalu sangat membatasi peranan akal. Dalam teologi kristen hidup adalah hukuman. Adam telah bersalah, dan diturunkannya ia ke bumi adalah hukuman. Bagi mereka dunia adalah kelam. Tidak ada gunanya bagi mereka mengetahui apa itu dunia. Maka Kristen pernah melarikan diri dari kehidupan dunia. Maka pada masa yang disebut sebagai "the dark age" itu pengetahuan tentang alam samasekali tidak berkembang di Barat.

Wendi lalu menggambarkan bagaimana tindakan mahkamah inquisi Spanyol sebagai tangan Tuhan mengebiri kerja akal manusia dengan memberi penyiksaan yang luar biasa terhadap apapun yang berpotensi menggugat otoritas Gereja. Penyiksaan yang Wendi sebut ‘kreatif’ ini pun tejadi pada para beberapa ilmuwan yang mencoba mengungkap teori hasil penelitiannya namun bertentangan dengan otoritas gereja. Hal ini juga tak lepas dari persoalan teologi dalam Kristen memang tidak jelas (problematik). Maka pengalaman traumatik ini membuat Barat menyingkirkan agamanya dari kehidupan.

Sementara di Barat demikian, di belahan dunia bagian Timur pengetahuan tentang alam sedang berkembang begitu pesatnya. Hal yang tiada lain berangkat dari konsepsi Islam dalam memandang alam (kawn). Ayat-ayat al-Quran sendiri banyak memerintahkan untuk mencari tahu apa itu alam.

Ada sebuah ungkapan bahwa ilmu pengetahuan Islam maju karena agama, sementara ilmu pengetahuan Kristen maju karena menjauhi agama. Ini memang benar, kata Wendi. Kemajuan sains Barat berlatar belakang pengalaman traumatik tersebut kemudian membuat revolusi pada alam pikir Barat yang mengalihkan perhatiannya dari akhirat menuju dunia. Agama adalah perhatian kepada akhirat . Agama adalah dongengan dan takhayul. Maka ia pada akhirnya tersingkir atau disingkirkan dari kehidupan karena dianggap sebagai problem yang menghalangi kemajuan. Inilah yang dikenal dengan sekularisme.

Namun demikian keterpisahan Barat dari agama menimbulkan kekeringan spiritual yang mendalam. Mereka kemudian mencoba meraih kembali agama namun didekatkan dengan sains untuk menghilangkan takhayulnya, dicari-cari kejelasan rasionalnya untuk menjadi masuk akal.

Ia bernama spiritualisme. Spiritualisme adalah cara beragama yang tak menghiraukan Tuhan. Spiritualisme dan agama tentu berbeda. Malas dengan "Organized Religion" karena dianggap sebagai terlalu banyak mengatur, maka ia diganti dengan spiritualisme. Para penganutnya meyakini bahwa secara fisik dalam otak manusia terdapat yang disebut sebagai "godspot". Inilah perangkat tempat di mana keyakinan akan ketuhanan bekerja. Titik ini yang membuat manusia merasa relijius. Dengan inilah mereka mengklaim sebagai sudah berserah diri (Islam).

Padahal, menyinggung pertemuan sebelumnya terkait Konsep Tuhan yang disampaikan oleh Irfan Habibi Martanegara, kata Wendi, kita tak bisa berbicara agama tanpa berbicara tentang tuhan. Mengutip al-Attas seorang filsuf sekaligus mujaddid masa kini Wendi menjelaskan "Bagaimana mungkin kita berbicara agama tapi tidak berbicara tentang Tuhan?" Ini sama halnya dengan pernyataan "Bagaimana mungkin seseorang mengelusnya rambutnya sementara ia botak?" lanjutnya.

Intensitas interaksi manusia yang semakin masif yang meniscayakan pemikiran tertentu berlalulalang secara bebas ini pada akhirnya singgah dan mengendap juga dalam pemikiran sebagian muslim. Mereka umumnya adalah yang kecewa dengan pengalaman keagamaannya. Mereka pun menjadi penentang paling keras terhadap Islam walau secara formal mengaku beragama Islam.

Maka sejalan dengan yang terjadi di Barat, di Indonesia pun paham spiritualisme ini mengemuka. Ia disajikan dalam berbagai seminar bertema kecerdasan spiritual. Spiritualisme menjadi dagangan yang laku sebab mampu menarik simpati berbagai kalangan dengan berbagai latarbelakang agama dan keyakinan. Maka tak heran seminar ESQ bisa menjadi begitu laku dan Quantum Ikhlas Erbe Sentanu bisa menjadi sebuah buku bestseller. Mencampuradukkan berbagai keyakinan keagamaan sebagai materinya, spiritualisme juga menjadi akar dari penyamaan semua agama (pluralisme), sebuah persoalan akidah masa kini.

Agama dalam Pandangan Islam

Kekeliruan pemaknaan Islam yang sedemikian genting tentu perlu diakomodasi, tutur Wendi. Tradisi keilmuan Islam yang mengagumkan –atas dasar agama ini—menghendaki perkembangan pengetahuan yang juga begitu mengagumkan dalam hal bahasa, selain sains dan teknologi. Para Ulama ilmuwan muslim sejak dulu telah mengodifikasi konsep-konsep kunci Islam dalam berjilid-jilid kitab untuk menjaga keutuhan maknanya. Maka dalam hal ini sangat perlu merujuk kepada literatur otoritatif tersebut untuk mengembalikan kemurnian makna-makna pada tempatnya, termasuk dalam memaknai Islam.

Konsep diin Islam yang akan coba menjawab persoalan ini merujuk kepada konsep yang diterangkan Prof. Al-Attas dalam bukunya Islam dan Sekularisme –sebuah karya yang Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud sebut sebagai bersifat kulli. Ia merupakan konsep yang dinilai baru sebab pemaparan konsep yang seperti ini memang ‘lain’–walau sesungguhnya jika dilihat pada literatur ulama muktabar lainnya akan dapat ditemukan benang merah konsep tersebut. Konsep diin yang tegas akan mampu menghalau kekeliruan yang coba mencampuri konsepsi Islam yang sesungguhnya, bahwa tidaklah benar Islam berarti berserah diri dan berserah diri adalah Islam sehingga siapapun yang berserah diri menjadi layak dikatakan Muslim.

Saking pentingnya materi tentang konsep Diin ini, kata Wendi, "The Religion of Islam" menjadi mata kuliah tersendiri di ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization)[6] yang wajib diikuti mahasiswa dari berbagai konsentrasi studi.

Prof. Al-Attas dalam menuangkan konsepnya ini merujuk pada definisi yang diberikan Ibnul Manzhur dalam Lisaanu l-'Arab –sebuah kamus leksikon bahasa Arab klasik yang disusun sekitar abad ke 7-8 H.[7] Lebih lanjut Wendi memaparkan bahwa Diin secara etimologis berasal dari kata daana (dyn).[8] Daana ini memiliki berbagai makna. Salah satu di antara maknanya adalah keberhutangan. Hutang ini sebagai modal perniagaan yang dipinjamkan Allah swt. kepada manusia. إن الإنسان لفي خسر (Q.S. al-‘Ashr [103]: 2). Modal yang dipinjamkan itu adalah kehidupan manusia sendiri. Maka segala yang dimiliki manusia bukanlah miliknya.

Modal ini semakin lama akan semakin menyusut nilainya dan tentu semuaya akan berujung pada kemusnahan. Maka, agar manusia tidak merugi keberhutangan ini harus disadari sebagai tidak mungkin terbayar kecuali dengan kewujudannya sendiri di bumi, yakni dengan beribadah dan beramal shaleh. Pengembalian (pembayaran hutang) ini lanjut Wendi ibarat hujan yang dikembalikan ke langit. Hal ini merujuk pada firman Allah: و السماء ذات الرجع (ar-raj') (Q.S. ath-Thariq [86]: 11). Ar-raj' dimaknai para ulama sebagai hujan, sebab air hujan itu senantiasa akan kembali naik ke atas. Air hujan yang naik kemudian akan turun sebagai berkah. Siklus yang sama terjadi pada manusia jika mereka mengembalikan hutangnya. Ia pun akan mendapat berkah.

Dalam setiap pengembalian hutang atau modal pinjaman biasanya seseorang akan mendapat laba. Maka diin adalah perniagaan dengan Allah. Laba dalam perniagaan dengan Allah berarti pahala/balasan sebagaimana firmanNya dalam Q.S. as-Shaf [61]: 10: "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?" dan Q.S. Fathir [35]: 29: "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,"

Diin yang kedua bermakna kekuasaan Hukum. "Permberi hutang akan dapat menguasai orang lain dengan memberinya hutang." kata Wendi. Maka ketika seseroang dihutangi, ia akan melakukan apapun untuk yang memberinya hutang. Artinya karunia Allah swt. terhadap manusia memberiNya kekuasaan hukum atas manusia sehingga manusia menghamba kepadaNya. Di sini ada pengakuan manusia atas otoritas Allah. Otoritas yang menyebabkan kekuasaan, penghakiman, dan pengadilan oleh Allah swt. atas manusia sebagaimana bunyi Q.S. al-A’raf [7]: 172 “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",”

Makna lain Diin yang ketiga adalah penyerahan diri. Ini dari sisi manusia. Manusia telah dibebani/memiliki kewajiban (dayn) karena diberi kehidupan sebagai hutang, maka ia berserah diri dan taat terhadap pemberi hutang (Allah). Namun penyerahan diri ini dilakukan secara sadar bukan terpaksa (bukan takluk/pemaksaan diri), ia melibatkan komponen hati, lisan, dan perbuatan. Hal ini sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. an-Nisa [4]: 125 bahwa berislam yang terbaik adalah berserah diri secara sukarela, "Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya."

Terakhir, Diin berarti kecenderungan alamiah (fitrah). Ketaatan manusia pada Allah swt. adalah suatu kecenderungan alamiah, sebab memang itulah tujuan penciptaannya (eksistensinya). “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” terang Allah swt. dalam Q.S. adz-Dzariyat [51]: 56. Maka kezhaliman/kekacauan berarti sesuatu yang telah bergeser dari tempat yang semestinya. Ini keadaan yang melenceng dari fitrah. Maka jika fitrah/kecenderungan ini ditaati sebaliknya akan timbul keadilan, keharmonisan, keselarasan, kesejahteraan, dan keselamatan dalam kehidupan manusia.

Keempat makna ini (Keberhutangan => kekuasaan hukum => penyerahan diri => kecenderungan alamiah) berada dalam satu medan semantik yang membentuk konsep yang ajeg dalam "Diinul Islam". Dengan demikan makna ini tak lagi dapat diubah dan dimaknai dengan pelbagai makna yang sembarang. Begitulah kesimpulan Wendi menutup kuliahnya.


Bandung, 27 November 2013_


=========================
[1] Tulisan ini berdasarkan catatan kuliah Pandangan Alam Islam #3 pertemuan ke-3 PIMPIN pada sabtu, 19 Muharram 1435 H (23/11/13) di ruang Lab Fisika lantai 2 Kampus Unikom Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung. 

[2] Mahasiswi Jurusan Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, aktif di Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Islam (PIMPIN) Bandung.

[3] Gagasan Prof. Al-Attas terkait bahasa salah satunya dapat dibaca dalam karya beliau berjudul “The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education” atau terjemahan dalam Bahasa Indonesia berjudul: “Konsep Pendidikan dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam” oleh Haidar Bagir, diterbitkan Mizan pada Sya’ban 1407 H/April 1987 EB.

[4] Lebih lanjut tentang pengalaman traumatik keagamaan di Barat ini dapat ditemukan dalam karya Prof. Al-Attas berjudul “Islam and Secularism” atau terjemahan dalam bahasa Indonesia berjudul “Islam dan Sekularisme” yang diterjemah dan diterbitkan PIMPIN Bandung pada tahun 2010 M. Atau juga dapat dibaca dalam “Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal” karya Dr. Adian Husaini, (Jakarta: Gema Insani, 2005 EB).

[5] Kajian terhadap konsep ini dapat juga dibaca dalam buku yang baru saja diterbitkan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) berjudul “Pluralisme Agama: Telaah Kritis Cendekiawan Muslim”.

[6] Sebuah fakultas pemikiran dan peradaban Islam di International Islamic University of Malaysia (IIUM) yang direkabangun oleh Al-Attas sendiri untuk mewujudkan gagasan Islamisasi-nya.

[7] Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1407 H/1987 EB), hlm. 18.

[8] Konsep Diin ini secara khusus dan komprehensif dapat dibaca pada sub judul III "Islam: Faham Agama dan Asas Akhlaq" dalam Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung: PIMPIN, 2010 EB), hlm. 65-120.

Sunday, December 1, 2013

Media Krabby

Beberapa hari yang lalu tak sengaja saya nonton Spongebob Squarepants. Tayangan ini walau konyol, saya akui tiap episodenya seru. Tetap menarik walau udah nonton berkali-kali.

Sebagaimana biasa, Mr. Crab matanya beruang-uang yang berbinar kalau melihat peluang bisnis yang menjanjikan keuntungan berlipat-lipat. Imajinasinya tentang keuntungan tersebut selalu susunan uang yang rapi memenuhi ruangannya. Ia lalu duduk di atas singgasana yang terbuat dari susunan uang hijau berlogo kerang itu.

Aku, Bangkuku, dan Peradaban Barat*

*judul ini memang sengaja dibuat dramatis, padahal sebetulnya dramatis bangetttz.

===========================
(Dulu bacaanku nggak bener. Sekarang ‘mungkin’ ‘sedikit’ ‘agak’ bener)
===========================

Kelas 5 SD aku masih di SD Bojongsalam I. Maklum kampoeng, –meski jadi SD favorit di kampoeng itu—sekolahku itu amat langka tersentuh pembangunan. Jadi tak pernah ada pemugaran setidaknya sampai aku pindah sekolah.

Lantai sekolahku waktu itu masih hitam jaman doeloe yang terbuat entah dari apa, yang kalau tiba musim hujan mendadak nggak bisa menolak untuk ditempeli lempung sana-sini yang emblog-emblogan bawaan sepatu-sepatu para muridnya.

Thursday, November 21, 2013

Shalat dan Baca Quran di Luar Kebiasaan

Sebetulnya orang Indonesia jaman sekarang itu mudah saja kalau mau faham al-Quran.....

(Orang luar biasa adalah orang yang mampu berakselerasi di luar kebiasaan. Jika orang lain dalam setiap harinya biasa(nya) hanya membaca al-Quran (itupun tuntutan mutaba’ah dari si teteh), kita bisa berinteraksi dengannya di luar/lebih dari itu. Memerhatikan tiap kalimatnya lebih dekat, mencoba menganalisanya lebih dalam.

Monday, November 11, 2013

the impressions

cukup banyak mahasiswa Malaysia yang kuliah di Unpad, entah berapa persentasenya, utamanya di Fak. Kedokteran. dulu, setiap pagi, pagi sekali sebelum angkot berjejer di gerbang lama, kami senantiasa susul menyusul berjalan dari gerbang lama -menuju fakultas-, lalu berpisah di perempatan bawah tanjakan cinta.
tapi tak pernah ada tegur sapa di sana. masing-masing hanya memburu kuliah. berjalan, menatap lurus ke depan atau tertunduk fokus ke bawah, entah sedang mencari semut, entah menghitung paving blok trotoar. saya sering sengaja mendahului mereka yang terlihat sngat kompak dengan seragam kurung bunga-bunganya itu.

entah, seperti ada dinding cukup tinggi yang menyekati saya (kami) untuk membina hubungan dengan mereka. sebabnya, katanya, terjadi diskriminasi pelayanan pendidikan oleh kampus lah, termasuk yang ramai diberitakan di media-media soal pencaplokan, pengklaiman, dll yang menurut Dato' Sahlan tadi itu justru akibat ulah "orang luar" yang tak suka terhadap hubungan rekat Indo-Malay.
dalam 4 tahun, cuma seorang saja dari mereka yang berhasil sy ajak berkenalan. agak lama kami berbincang berusaha mengenal satu sama lain. tapi, suatu saat bertemu ia sudah tak ingat lagi sy (hehe)

tp, dlm dua hari saja, kedekatan kami sudah begini rupa, kegiatan luar biasa ini mengubah pandangan saya terhadap mereka, samasekali. mereka, seperti saudara sedarah, bertemu bertukar pikir pun layaknya dengan sahabat dekat. mereka begitu sama (dengan kita). hanya bahasa. tapi itu justru membawa kami pada kerekatan.
alhamdulillah kami dipertemukanNya di sini. silaturahim pun silatulfikr semoga terjalin smakin erat dalam 4 hari mendatang.
semoga semakin banyak jg 'ibrah & hikmah yang bisa diserap untuk kemudian dapat bermanfaat, sebagaimana yang menjadi cita-cita bersama penduduk alam Melayu. ^^

Menuju Bogor

Lamanya belasan tahun. Waktu itu karcis KRD-ekonomi masih seribuan, dari stasiun Haurpugur ke stasiun Kircon, atau dr st. Kircon k st. Haurpugur. Bapa slalu nekat loncat sambil menggendong kami di sebelah kiri & kanannya saat kreta masih melaju kencang, agar mndapat akses yg lbh mudah menuju sekolah kami, memburu waktu agar kami tdk kesiangan. St. Haurpugur memang stasiun kecil & tua, tp sana tempat kami menuju, sana kami menunggu, sana kami berharap cemas, sana jg kami tersenyum ketika senja yang bermega mengizinkan jutaan capung bermain2 brsma kami, atau ktika memasuki gelap kami trtawa2 brsama jutaan 'siraru' yg mengerubungi neon2 di atas kepala kami yg sdg menunggu kreta, sayap2nya lepas, kami hentakkannya dgn sepatu kami hingga beterbangan ke sana kemari. Kreta pun tak terasa datang. kami segera tersenyum lebih lebar krna hendak brtemu Mbu & adik2 kami d kota sana.

d kreta, kami brdesakan. wlau bgt kami slalu trharu ktika Ibu2 d sana mnawarkan lututnya spya kmi tak kelelahan brdiri. Smbil duduk d ats lutut ibu baik hati itu kami memerhatikan Bapa yg menggantungkan tangannya di temali atap kreta smbil trkntuk2.

Ad yg brjualan pulpen duaribu lima, ad jg yg brjualan boneka2 mini dr kain2 perca seribulimaratusan, pnjualnya menggeser2 karung besarnya dr satu calon pmbeli k clon pmbeli lain sampai berlalu brkali2 d hdpan kami spnjng prjlnan, ohya yg paling brkesan adlh penjual "enoog parinang enooog..." bgtu jargonY ktika mnjajakan jualannya.

tak kalah berkesan adlah terowongan. ia yg paling kami tnggu, wlau paling kami takuti. KRD-ekonomi memang gelap, ktika memasuki trwongan kami serasa menghilang, wlau msh bisa mrasakan tnggorokan sndri brgetar krna menjerit. jeritan yg bersahutan antara kami & anak2 lainnya d gerbong itu.
sampailah d kircon. tak lengkap rasanya klau tak mmbwa buah tngan utk Mbu & adik2. Waktu itu 'sagebleg' martabak spesial yg 'lunyu' & leker masih limaribuan. Kita naik becak dr situ mnju sekelimus. Sesampainya, sisa tenaga kami gunakan utk mkan martabak itu keroyokan..

^^"

kereta ini berbeda. Ada asenya. Tempat duduknya jg empuk. D depan belakang ada elsidi. Sy pun bisa ngecas hape sambil ngetaip & sesekali melirik k jndela d sblah kiri.
takada sensasi yg trlalu berarti ktika mmasuki terowongan, krna chaya d kreta ini maksimal, sy pun mnempelkan wajah k kaca jndela, menutupi celah2nya dgn tangan agar dpt menemukan gelap itu lg,
sy jd ingat waktu itu.

Terowongan yang cukup panjang. Tp akhirnya berakhir juga. Tatapan diminta brpaling k arah timur, di sana ad cahaya yg lembut hangat mengintip di sebalik tebing. Subhaanallah___

Lirik Gemuruh - Faizal Tahir

Lirik Gemuruh - Faizal Tahir

Pasca penutupan workshop Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia selama 7 hari 6 malam di beberapa kawasan di kota Bogor, lagu ini menjadi bulan-bulanan peserta yang diputar berkali-kali, dibuat status berkali-kali, pasalnya lagu ini mampu menjadi penutup yang manis. Diputar mengiringi video berdurasi 18 detik 56 detik berisi memori kedekatan serumpun Malindo............

________________________
Bila bertalu rentak di kalbu
Hasrat yang tersirat semakin ku buru
Bila bergema laungan gempita
Harapan bernyala nadiku berganda

Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa

Bila bertalu rentak di kalbu
Hasrat yang tersirat semakin ku buru
Bila bergema laungan gempita
Harapan bernyala nadiku berganda

Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa

Ungkapan ini bukan sekadar bermimpi
Segalanya pastikan terbukti nanti

Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa

dengar di sini_

Where are we going???

(Saya tulis ketika mengunjungi grup FB Keluarga Akademisi Persis Unpad. Sengaja grup tersebut saya tampangi gambar jalan di tengah hutan)

krik. krik.. krik... krik....
masih,
suara jangkrik yang mendominasi di antara rimbun dedaunan yang bergesekan satu sama lain
di sana gelap
karena ia jarang dijamah manusia
entah kenapa
padahal sebuah jalan sudah dibangun beberapa tahun lalu
untuk membelah hutan tersebut.

maksudnya,
agar ada yang mau membuat peradaban di seberang hutan sana.
tahukah?
di sana,
ada mentari yang jika terbit alangkah indahnya.
ada embun yang masih setia menggelayuti setiap serat tetumbuhan.
ada cekungan yang sedia menampung aliran embun itu jika terjatuh,
agar cinta bisa dibagi ke semesta,
menumbuhkan senarai elok berwarna warni,
penyegar mata
dan kalbu.

tapi hanya
krik.. krik... krik....
dan sesekali suara gagak
yang seram

Siapa Dina Y. Sulaeman?? (4)

Ini komentar Dina Sulaeman terhadap catatan saya beberapa waktu yang lalu, cek di sini,  Dina menuduh saya memfitnahnya tanpa mau bertabayun kepada saya, bahkan malah saya diblok dari friendlistnya di facebook.

Tapi, usut punya usut, ini ternyata memang kebiasaannya, ia tak segan akan memblokir seseorang dalam friendlistnya di FB jika tak sepaham dengannya (menyatakan ketidaksepahamannya). Sebab ini pun pernah terjadi pada beberapa teman saya lainnya. Seorang di antaranya adalah bu Erma. Saya masih ingat, ketika itu, sebelum saya berteman dengan Dina Y. Sulaeman di facebook (apa setelah berteman sebentar ya? saya lupa, pokoknya gitu deh) Bu Erma pernah mengeluhkan dirinya diblock Dina dari friendlistnya hanya karena tak sepaham pandang soal konflik Suriah. Jika Bu Erma ‘secara kebetulan’ sepandang dengan media mainstream barat (begitu juga media-media Islam Indonesia lainnya), Dina ‘tetap konsisten’ menunjukkan ketakberpihakannya pada Israel, dan tentu sejurus dengan itu Dina mengambil sikap ‘anti barat’ dan ‘anti media barat’. Dina dalam berbagai tulisannya mengampanyekan bahwa (apa yang disebutnya sebagai) konflik antarmadzhab (antarmadzhab yee :P) sengaja secara kompak diblow-up oleh media mainstream Barat ‘didukung’ oleh media mainstream Islam Indonesia itu untuk mengalihkan perhatian dari konflik sebenarnya, yaitu konflik Israel-Palestina. ooyeeaaaahh!!!

____________
Ohya, Dina memang seharusnya tak terusik tak bergeming ketika ada tulisan yang mencoba menyerangnya, Ia seorang publik figur kontroversial, tentu hal biasa baginya. Merasa terusik seperti itu hanya akan menunjukkan kelemahannya. Tapi sepertinya Dina menuruti saran saya itu, sebab ia tak pernah lagi membahasnya. :P

Tapi, btw, untuk apa pula saya masih saja membahas Dina Y. Sulaeman?
Cukupi saja lah, apa anda tak takut dengan ancaman konsekuensi ‘mengghibah’ dan ‘memfitnah’ sebagaimana hadits yang oleh Dina kutip dalam komentarnya terhadap tulisan anda tempo lalu??
Oh no, this is not a part of ‘me’. Saya hanya sekadar merenung tentang beberapa hal yang bertubrukkan dalam otak saya lalu saya curhatkan di sini. Semoga dengan begitu keterpusingan saya bisa terobati. Bukan begitu, saya hanya merasa bersedih karena kecewa didepak olehnya dari friendlistnya, padahal saya ngefans. Tapi, tidak tidak, bukan begitu, saya hanya kecewa karena Dina yang baik hati ternyata bersekongkol dengan mereka untuk mengecewakan saya.

Ya, Dina menelanjangi media Islam mainstream untuk menunjukkan seolah ia seorang jurnalis yang adil. Namun ia adil hanya tatkala menyerang sunni. Di kemanakan fakta-fakta kekejian Bashar al-Asad yang banyak itu? tak pernah ia sebut. Begitukah jurnalis yang adil?

Ssttt…. Sudah lah, jangan bersedih…. Coba simak dulu di bawah ini, lalu kamu bisa melanjutkan kesedihanmu. Hiks hiks..

Di jumlah total pembaca ke-2000an tulisan sederhana saya soal siapa Dina Y. Sulaeman, Ada beberapa perkembangan informasi terkaitnya yang perlu saya catat di sini. Pertama, Otong Sulaeman, suami dari Dina Sulaeman yang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di Filologi FIB Unpad yang prodi tersebut diketuai oleh dosen pembimbing skirpsi saya Prof. syarif Hidayat (panjang juga keterangannya, maaf ya kalau gak bisa nafas dulu bacanya) kini sedang melakukan penelitian filologi penting di Iran. Dina ikut dalam penelitian tersebut bersama suaminya ke Iran.

Dari situ saya tahu, Dina, mahasiswi teladan pertama se-fakultas sastra & teladan kedua se-Universitas pada masanya ini memang sangat berprestasi. Ini saya ketahui dari tulisannya yang berjudul Pentingnya Sejarah yang menceritakan sekelumit pengalamannya dan suaminya saat melakukan penelitian itu di Iran beberapa waktu yang lalu. Dina dan suaminya selain pandai berbahasa Inggris dan Arab, juga bahasa Persia, lisan maupun tulisan.

Dina dalam berbagai tulisannya memang kerap membuat terjemahan dari bahasa Inggris maupun Arab. Terjemahan itu selalu mengikutkan link tulisan aslinya, meski tak yakin juga apa para pembacanya suka mengakses link tersebut atau tidak. Terjemahannya sangat baik, mengalir, enak dibaca, dan mudah dicerna, seolah bukan terjemahan.

Soal bahasa Persia, sejak pertama menerima beasiswa studi di Iran, Dina barang tentu sudah mempelajarinya. Sebab tak mungkin sekolah di luar negeri tanpa menguasai bahasa setempat. Ini juga ditonjolkan Dina dalam beberapa tulisan terakhirnya ketika menceritakan soal penelitian filologi suaminya. Otong berdiskusi dengan seorang Rektor Univ. Ferdowsi terkait naskah-naskah kuno ketika berusaha menjelaskan apa itu arti filologi dalam bahasa Persia. Katanya, orang Iran tak mengerti apa itu filologi karena memang akademisi Iran tak menemukan kesulitan yang berarti ketika membaca naskah-naskah kuno tersebut, jadi tak perlu memelajari ilmu-ilmu khusus seperti itu. Hal ini lain dengan di Indonesia, yang bahkan menurut filolog Titin Nurhayati Makmun pun penelitian terhadap naskah-naskah kuno yang penting ini masih teramat minim, hanya dapat dihitung jari. Huh, apatah lagi kalau semua orang Indonesia bisa mengakses (baca: memahaminya), malahan ia dikeramatkan oleh sebagian orang karena dianggap suci.

Kedua, Dina Suleman yang beberapa bulan yang lalu masih mengurusi administrasi untuk melanjutkan studi doktoralnya di HI Unpad, kini sudah pede memajang namanya dengan embel-embel “Mahasiswa Program Doktor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Peneliti Global Future Institute” di setiap tulisannya. Nampaknya memang, ia serius, bahkan sangat serius dengan studinya, sangat kompak dengan suaminya.

Saya jadi tambah galau (walau skripsi saya belum kunjung selesai), studi apa ya yang selanjutnya mau saya ambil? Budaya, Linguistik, atau filologi?

Alternatif terakhir ini baru saya tertariki setelah membaca beragam buku terkait hermeneutika dan usaha pengaplikasiannya dalam studi al-Quran, juga buku-buku terkait sejarah melayu-Indonesia, terutama buku Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu Prof al-Attas, juga makalah Titin Nurhayati Makmun terkait studi naskah keagaamaan di nusantara yang ternyata di nusantara (baca: Melayu) ini khazanah budaya dan intelektual keIslaman teramat melimpah, sementara studi terhadapnya sangat minim. Ditambah keseriusan Otong Sulaeman yang bikin saya mendidih, pasalnya, koq saya nggak serius sejak awal????!!!!! Saya baru sadar kalau ternyata kuliah di jurusan sastra Arab itu beeeeerrrrraattt sekali. Maka saya pernah mempertanyakan, mengapa Unpad tak membuka fakultas khusus soal Oriental dan Islamic Studies?? Bahan kajiannya itu luas banget broo!! Nggak kuat!!

Alaa kulli haal, ini barangkali patut kita jadikan renungan dan pelajaran, bahwa dalam kompetisi antara haqq dan bathil ini kita tak semestinya membuang-buang waktu untuk hal-hal tak berfaidah. Dina dan keluarganya ini tentunya cukup untuk dijadikan inspirasi, bahwa kita harus semakin keras berusaha. Peluh harus semakin banyak tercucur, mata harus semakin sedikit terlelap,
semoga Allah memberkahi siapapun yang berjuang di jalanNya.. aamiin..

Selain itu, ketiga, hal lain yang ingin saya ungkapkan di sini. Pasca dua seri memoir saya tentang Dina saya terbitkan (memang kedua tulisan tersebut belum agak cukup untuk menunjukkan siapa Dina), seorang aktivis Muslimah Hizbut tahrir Indonesia yang juga ngefrend di FB tiba-tiba mengirim message/chat ke saya
"hei
Risna saya baca postingan blog kamu tentang bu Dina
Masalah kamu sepertinya kerangka berfikir
Kamu harus melepaskan label, gerenalisasi, dan menilai orang dari fakta yang zhahir saja.
kenapa kamu gak nanya langsung ke bu Dina saja tentang beliau.
Bu dina itu orangnya terbuka. Beliau pernah main ke DPP Muslimah HT untuk penelitian
dia ngoblol banyak dan secara pandangan politik banyak kesamaan walaupun dalam banyak hal lain dia gak setuju.
Syi'ah di Indonesia lebih banyak prasangkanya daripada faktanya.
Ada banyak aliran syi'ah dan kita gak bisa generalisasi."
Barangkali si Teteh itu tak membaca tuntas tulisan saya, apatah lagi membaca tulisan-tulisan Dina di blognya (???). Bahwa Dina tak pernah sedikitpun menaruh simpati pada Hizbut Tahrir. Untuk membuktikannya, silakan saja baca tulisan-tulisannya, tak pernah ada pujian untuk HT, apalagi untuk usaha-usahanya ideologisnya, bahkan justru secara tidak langsung mencacinya, membongkar aib-aibnya, lihat saja pada tulisannya yg memuat gambar MHT sedang berdemonstrasi di ….. soal gambar yang MHT muat di situsnya. Atau baca tulisan Ainur Rofiq yang secara sukarela dimuat Dina dalam Blognya yang menunjukkan bahwa Dina mendukung benar-benar gagasan Ainur Rofiq itu, bahwa HT bagi Dina termasuk dalam kategori takfiri (selain salafi wahabi) yang kekuatannya jika tidak dibendung akan mengancam keutuhan NKRI, tidakkah itu saja sudah jelas?

Then,

Allaahu a’lam bi sh-shawaab_

Saturday, November 2, 2013

Pengajian Agama Islam: Sejarah Berdarah Syi'ah Rafidhah (Bagian 1) - Ust...

http://www.youtube.com/v/_nrPHPDrbg8?version=3&autohide=1&autohide=1&autoplay=1&attribution_tag=RPfFxSH1DQUFjhgbBAJSdA&showinfo=1&feature=share

Monday, October 28, 2013

"Capruk" Soal Musik

Mendengar Love Storynya Richard Clayderman, Simphonynya Bethoven, saya jadi ingat berbulan-bulan ke belakang, ada seorang mahasiswa FIB memainkan piano klasik yang dipajang begitu saja di lobi dekanat FIB Unpad (sekarang piano itu entah dipindah ke mana).

Saya pernah mencoba memencet-mencet tutsnya saat lobi dekanat itu sepi. Karena ungkin terlihat aneh, saya pun menghentikan usaha saya itu, sebab ada orang melihat saya (seperti baru memegang benda semacam itu :D )

Friday, October 25, 2013

Counter Isu Pluralisme, Elemen Mahasiswa Unpad Gelar Bedah Buku “Pluralisme Agama: Telaah Kritis Cendekiawan Muslim.”


Untuk pertama kalinya INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations) ‘merambah’ satu lagi kampus besar di negeri ini, Universitas Padjadjaran. Bekerjasama dengan Hima-Himi Persis Unpad dan DKM al-Muslih Fakultas Ilmu Budaya Unpad, INSISTS pada sabtu (19/10) menggelar bedah buku yang baru saja diterbitkannya yaitu “Pluralisme Agama: Telaah Kritis Cendekiawan Muslim”.

Bedah buku ini merupakan yang kedua kalinya diselenggarakan atas kerja sama dengan elemen kampus. Sebelumnya, bedah buku ini diselenggarakan di Universitas Indonesia atas kerjasama dengan DISC (Depok Islamic Study Circle) Masjid Ukhuwwah Islamiyyah UI pada sepekan sebelum ini, Jum’at (11/10) di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Monday, October 14, 2013

Ada Bedah Buku "Pluralisme Agama, Telaah Kritis Cendekiawan Muslim" di Unpad

Di tengah makin maraknya konflik antarumat beragama dan juga pertanyaan mengenai nasib umat agama lain di akhirat sana, muncul pemikiran baru memberikan alternatif pandangan bagi sebagian orang. Pemikiran ini bernama pluralisme agama.

Paham ini mengangankan robohnya sekat-sekat antar agama dimana semua agama dapat berdamai dan berjalan bersama menuju keselamatan dan kebenaran yg diinginkan semua manusia. Paham ini juga mewartakan pandangan baru tentang kebenaran, bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama sah dan sama pula benarnya menuju Tuhan yg sama.

Wednesday, October 9, 2013

Adab dan Urgensinya dalam Pembangunan Umat

“Adab bukan semata tata cara atau sopan santun yang nampak secara zahir, melainkan lebih dari itu ia bermakna ‘meletakkan sesuatu pada tempatnya yang tepat’,” kurang lebih demikianlah Prof. Madya Dr. Ugi Suharto mengungkapkan batasan terkait apa yang disebut dengan “Adab” ketika menyampaikan materi bertajuk “Adab dan Urgensinya dalam Pembangunan Umat” dalam Daurah yang diselenggarakan Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (Pimpin) Bandung Ahad lalu (18/8/2013) di ruang GSS Masjid Salman ITB.

Tuesday, October 8, 2013

Kata Sudjiwo Tedjo Soal "Bahasa"

Rencana menghadiri bedah buku “Prahara Suriah”nya Dina Y. Sulaeman, senin kemarin (7/10/2013) saya malah bertemu Mbah Sudjiwo Tedjo. Berikut apa yang bisa saya catat,
kurang lebih seperti ini,
soalnya rekaman yang saya buat ga jelas.
-------------------

Sudjiwo Tedjo, sama-sama meyakini bahwa unsur budaya terpenting adalah bahasa. Jika bahasa rusak maka rusaklah kebudayaan suatu bangsa. Tema ini mewarnai sebagian besar isi buku yang baru saja ia terbitkan, “Dalang Galau Ngetwit” dan “Ngawur Karena Benar”. Keduanya merujuk pada persoalan yang sama.

"Menulis = JIHAD Kita", Meniti Jalan menuju Insan Media Beradab

*Suasana Pelatihan Jurnalistik PIMPIN
Ruangan Lab. Fisika di sudut lantai 2 Gedung Universitas Komputer Indonesia (Unikom) yang cukup besar dengan jumlah kursi yang banyak pada siang itu, sabtu (5/10/13) hanya diisi 6 orang audience termasuk pemateri. Apalagi di akhir pekan saat ruangan tersebut PIMPIN gunakan untuk menyelenggarakan pelatihan jurnalistik sejak ba’da zhuhur hingga adzan ashar berkumandang, gedung ini memang sepi mahasiswa, tak bising sebagaimana biasa.

PIMPIN Bandung Selenggarakan Rapat Kerja

*Telat Posting

Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN) Bandung selenggarakan rapat kerja pada Ahad (22/9) di Rumah Makan Laa Yahtasib Lembang. Rapat kerja yang dihadiri oleh 8 orang aktivis PIMPIN termasuk di antaranya Direktur PIMPIN, Dr. Wendi Zarman ini menghasilkan beberapa poin yang akan menjadi program strategis PIMPIN selama satu semester ke depan.

Beberapa poin tersebut di antaranya,

Saturday, October 5, 2013

Latihan Jurnalistik PIMPIN dibuka Hari Ini

Pelatihan Jurnalistik yang menjadi salah satu poin hasil rapat kerja PIMPIN pada Ahad (22/9/13) lalu, menyelenggarakan pertemuan perdananya siang ini, Sabtu (5/10/13) pukul 13.00 di Ruang Lab. Fisika Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung.

Pelatihan yang menurut rencana diselenggarakan selama oktober ini diasuh oleh Rizki Lesus --pegiat PIMPIN yang juga seorang wartawan media al-Hikmah dan sekaligus merupakan anggota dari Jitu (Jurnalis Islam Bersatu).

Selain dihadiri oleh pegiat PIMPIN, pelatihan jurnalistik ini juga dipantau langsung oleh Direktur PIMPIN, Dr. Wendi Zarman.

Pelatihan jurnalistik gratis yang tadinya dikhususkan untuk internal PIMPIN dan alumni kuliah The Worldview of Islam ini menurut Eti kini dibuka untuk umum.

(Rep: Risna Inayah)

Monday, September 30, 2013

Buku Baru Insists "Pluralisme Agama, Telaah Kritis Cendekiawan Muslim"


Di tengah makin maraknya konflik antarumat beragama dan juga pertanyaan mengenai nasib umat agama lain di akhirat sana, muncul pemikiran baru memberikan alternatif pandangan bagi sebagian orang. Pemikiran ini bernama pluralisme agama.

Paham ini mengangankan robohnya sekat-sekat antar agama dimana semua agama dapat berdamai dan berjalan bersama menuju keselamatan dan kebenaran yg diinginkan semua manusia. Paham ini juga mewartakan pandangan baru ttg kebenaran, bahwa semua agama adalah jalan yang sama sama sah dan sama pula benarnya menuju Tuhan yg sama.

Akibatnya kebenaran dan keselamatan menjadi begitu lumer. Setiap agama apapun nama dan bagaimana pun bentuk ritusnya, ialah sama-sama jalan yg sah menuju keselamatan dan kebenaran yg diangankan sebagai abadi. Buku ini mencoba memberikan jawaban bagi kerancuan paham pluralisme agama tersebut. Bahwa tidaklah benar kebenaran dan keselamatan ada di semua agama.

Buku ini diikhtiarkan untuk menjawab pandangan-pandangan rancu yg membahayakan akidah ini.

Tertarik dengan buku ini?
Silahkan hubungi Pimpin Bandung di :
ITB (085659030344)
Unpad (08891031933 / 087822856032)
UPI (08990220222)
Unikom (08891031933)
Atau ke
085720238886 (Bandung)
087725750239 (Ciamis dan sekitarnya)

Friday, September 20, 2013

Dakwah Persis di Pelosok Sumatera (Sumsel, 4/7/13-29/7/13)*

Dakwah adalah entitas takterpisahkan dari Islam, sebab eksistensi risalah Allah di muka bumi amat bergantung padanya. Dakwah Islamiyah yang berlangsung sejak lebih dari 14 abad yang lalu –untuk mengingatkan manusia akan siapa dirinya, penciptanya, apa tujuan hidupnya, serta berbagai konsekuensinya-- itu masih akan terus berlangsung meski Islam sudah menjadi salah satu agama terbesar di dunia, sebab konfrontasi antara haqq dan bathil akan terus terjadi selama pancang bumi masih kokoh.

Di sisi lain, dakwah juga menjadi tanggungjawab sosial setiap muslim yang dapat berimplikasi pada terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang ideal, yaitu masyarakat madani, yang manusianya ta’at menjalankan kehendak Penciptanya. Bahkan menurut M. Natsir dakwah merupakan unsur terpenting dalam membangun sebuah peradaban. Kata Beliau dalam sambutannya terhadap buku terjemahan “Ilmu Da’wah” karya Dr. Abdul Karim Zaidan:
“Adalah suatu fakta sekarang ini, bahwa da’wah merupakan lapangan yang sangat penting dan utama sekali, baik dilihat dari pandangan agama maupun dari segi pertumbuhan bangsa yang sedang membangun. Makin banyak masyarakat membicarakan pembangunan makin terasa bagaimana ketergantungannya pada manusia, faktor insan yang amat menentukan, apakah akan berhasil ataukah tidak?, sekian baik rencana dan cukup matang pengolahannya namun bergantung pula pada manusia yang akan melaksanakannya, sedang manusia itu adalah untuk muthlak yang tidak dapat dinilai sekedar dari segi ratio dan tenaga saja, tetapi juga dari segi dlamir dan rohaninya. Dalam hal ini Agama Islam memberikan sumbangan yang amat berharga karena dia mengandung ajaran-ajaran yang diperlukan benar oleh bangsa yang sedang membangun. Islam cukup mempunyai manhaj, suatu cara membangun manusia yang akan melaksanakan pembangunan itu. Itulah tujuan da’wah!”[1]

Thursday, September 19, 2013

Jurig

Jurig itu kenangan masa muda dulu (masa bocah). Sekarang rasanya nonton horor tu... apa siih --.--"
Atau mungkin keseraman film horor zaman dulu benar-benar seram alias agak berkualitas ketimbang film-film horor sekarang?

Ah, tak penting itu.

Menemani keponakan berusia 3 tahun yang hobi nonton horor ala trans7, ada beberapa hal klise terkait horor Trans7 yang ingin saya statusisasi.

Trend horor Trans7 berkutat pada menanamkan keyakinan di benak pemirsa bahwa jurig adalah arwah gentayangan yang dulunya mati penasaran. Arwah tersebut masih akan terus gentayangan selama urusan dunianya belum terselesaikan. Namun yang menjadi urusan dunianya itu khas -melulu persoalan kematian tragis dan kasusnya belum terselesaikan, bukan hutang yang belum dibayar, misalnya.

Yang difilmkan itu (melulu lagi) episode yang melibatkan sekawanan remaja cewek cowok berpakaian casual, yang cewek ada yang berrok mini, juga celana denim yg dari bawah smpe atas ketatnya minta ampyun. Yang cowok berkaos distrow dan kadang berrompi atau berkupluk.

Sekawanan muda-mudi itu melakukan perjalanan jauh atau dekat yang tiba-tiba menjebak mereka pada situasi horor. Mereka terpaksa harus berada di situ untuk mengungkap misteri dan menyelesaikannya.

Salah seorang di antara mereka punya indigo -mampu melihat penampakan-penampakan yang tak nampak oleh kawan-kawannya yang lain. Dari penampakan yang dialami seorang indigo itulah cerita dimulai.

Singkat cerita, Si indigo bertugas menjadi jendela misteri karena mampu melihat penampakkan termasuk melihat kasus masa lalu si jurig, kawan-kawannya yang lain yang mengeksekusi cara-cara yang ditunjukkan si indigo secara runut. Sedikit demi sedikit misteri horor yang melibatkan mereka pun terungkap.

Akhirnya tugas membantu urusan dunia si jurig selesai. Si jurig pun mendadahi kawanan muda-mudi itu seraya mengucap terimakasih dan salam perpisahan sambil tersenyum semanis-manisnya, tak menampakkan raut muka horor lagi.

Dadahan si jurig dibalas sekawan muda-mudi yang telah menuntaskan misinya itu dengan dadahan lagi. Sampai si jurig menghilang. Karena arwahnya sudah tenang, karena kasus mati tragisnya sudah terselesaikan. Hiduplah si jurig dengan tenang di alam barzakh.

"Akhirnya..." kata mereka setelah si jurig ngaleungit -sambil senyum dan membuang napas setelah menghirupnya dalam-dalam.

Tapi,

salah seorang di antara mereka malah berlaku ceroboh dan memulai urusan dengan jurig lain.

-TAMAT-

mulailah drama baru misi penyelamatan jurig dari kerangkeng kasus kematian tragisnya di Urban Legend yang ke-2
rame pisan --.--"

JIL < Transformasi Akhir Penggalau | Tangani Penggalau Mula dengan Persuasi

Ada orang menderita kegalauan berat saat berada pada fase remaja akhir memasuki usia dewasa. Kegalauan yang dialami oleh sebagian banyak orang ini biasanya ditandai oleh sikap apatis terhadap hidup, yang tak jarang membuatnya berperilaku aneh. Manakala orang lain seusianya giat dalam berbagai aktivitas, ia cendrung murung atau justru sebaliknya melakukan apa yg hanya ingin dilakukannya.

Pada saat itu mereka bisa mudah terpengaruh oleh apa yang datang dari luar atau malah justru sebaliknya sulit menerima apa yang dari luar dirinya, lebih suka melakukan apa yang ia mau.

Mereka sedang mempertanyakan berbagai hal mendasar dalam hidup.

Mereka yang tidak mendapatkan penanaman identitas diri yang cukup sejak dini dari orang tuanya sebagai lingkungan pertamanya akan mengakumulasikan pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian meledakkannya manakala lingkungan tak mampu memberikannya jawaban yang memuaskan.

Pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam hidup inilah hal utama yang sesungguhnya perlu dijawab para penyeru aqidah haniif.

Terhadap mereka ini baiknya dilakukan persuasi. Lebih banyak mendengar untuk membantu memecahkan problem mereka, termasuk di antaranya menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar soal agama. Mengapa begini, mengapa begitu.

Setelah melewati masa-masa kritis itu mereka yang tak mendapatkan jawaban memuaskan ada yang teralihkan perhatiannya oleh aktivitas-aktivitas kebanyakan muda-mudi lainnya, menguapkan pertanyaan-pertanyaan tersebut begitu saja, namun ada juga yang malah balik mnyerang apa yang semula tidak mampu memberinya jawaban memuaskan. Yang terakhir ini akan menjadi ancaman yang berarti terhadap Islam karena bisa merusak dari dalam. Maka tak jarang kita temukan banyak pemuda muslim yang sudah pandai mencaci agamanya sendiri, yang jika terus dibiarkan akan mengkristal hingga dewasa. Hasilnya? lihat produk-produk galau itu pada organisasi yang menamakan diri mereka Jaringan Islam Liberal.

Tapi sayangnya cara persuasi ini sering diabaikan orang yang menamakan dirinya sebagai ummatan yaduuna ilal khayr wa ya`muruuna bi l-ma'ruuf wa yanhauna 'ani l-munkar. Akibatnya mereka ini masih dan akan selalu sendirian di lingkungannya, tak mampu memberikan perubahan berarti, karena jualan mereka tak disukai konsumen. Ia melulu hanya berteman dengan sesamanya, tapi lingkungannya tak pernah berubah. Wujuduhu ka'adamihi kalau kata pepatah Arab. Atau bahkan mereka yang menjadi seperti bangkai ikan di lautan yang rasanya berubah asin?

Wallaahu A'lam bi sh-Shawaab_

#refleksi

Wednesday, September 18, 2013

Siapa Dina Y. Sulaeman?? (3)

Terkait kisruh Suriah yang mencuat ke permukaan beberapa bulan lalu –termasuk di antaranya rilis berita beberapa media mainstream Islam Indonesia soal tokoh-tokoh Syi’ah di Indonesia yang mesti diwaspadai--, saya membuat catatan tentang kronologi bagaimana akhirnya saya mengenal salah seorang di antaranya, yaitu Dina Y. Sulaeman, mesti tak secara langsung. Catatan tersebut bisa dibaca di sini.

Visitor blog saya kontan meningkat tajam hanya karena tulisan tersebut --tulisan tersebut hingga bisa menempati halaman pertama di search engine ketika dicari--, maka lantas beberapa waktu lalu saya membuat sebuah tulisan kecil untuk saya bagi di grup komunitas menulis saya di Facebook terkait bagaimana akhirnya blog saya itu dapat memeroleh kunjungan yang fantastis dari para pengguna internet.

Saya pun lalu posting tulisan tersebut di grup komunitas menulis dan kemudian memostingnya kembali di blog pribadi saya ini dengan beberapa perubahan dan tambahan (tulisan tersbut bisa dibaca di sini) Dalam tulisan tersebut saya membuat link ke tulisan soal kronologi mengenal Dina, juga menulis salah satu paragrafnya di antaranya berbunyi sebagai berikut:

Tuesday, September 3, 2013

Benih Nasionalisme, Sebuah Sintesis Sayah :D

Saya tiba-tiba berpikir...

Mungkin, dulunya benih-benih 'nasionalisme' (atau apalah namanya) itu muncul dari sebuah tuntutan untuk act locally (you surely know this phrase "Think Globally Act Locally" which means "Berpikirlah secara global, bertindaklah secara lokal.")

(Tuntutan untuk act locally ini pun sebenarnya sejalan dengan prinsip mu'amalah yang diajarkan dalam Islam. Prinsip mu'amalah dalam Islam mengutamakan kerabat ketimbang orang jauh. Dalil tentang ini pun sangat banyak kita temui)

Yang membuatnya menjadi sebuah isme (ideologi) --yang oleh sebagian orang ditempatkan dalam posisi sebuah 'keyakinan' yang harus mengorbankan diri karenanya; yang karenanya juga sebagian lainnya menentangnya karena berani-berani berusaha mencoba menyejajari otoritas tuhan dengan ideologi buatan manusia yang mesti dikuduskan-- adalah kecintaan yang 'berlebihan', takberalasan, dan konyol.

Bagaimana tidak disebut takberalasan dan konyol? Adalah na'if bila seseorang dituntut untuk mengorbankan diri demi bangsa, takjelas apa atau siapa yang harus dibela --nama bangsanya kah; pemerintahnya kah; atau rakyatnya --yang tentu dalam memilih mana yang kudu dibela menurut Islam pun harus pilih-pilih.

Karena ketakjelasan itu maka tak jelas pula apa manfaatnya; apa yang bisa kita terima dari pengorbanan itu --apakah kecintaan dan pengorbanan itu dapat menyelamatkan kita di kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang atau tidak? Betapa tidak dikatakan konyol berkorban mati-matian untuk sebuah ketakjelasan. Malah justru berusaha menyejajari otoritas Tuhan dengan sesuatu yang tidak memiliki otoritas adalah kebodohan dan kekonyolan terbesar yang dalam Islam menjadi kesalahan besar dan mampu mengategorikan pelakunya sebagai pelaku dosa teratas.

Kita pun tahu dari sirah bahwa betapa kaum muhajirin (termasuk Rasulullah Saw.) dulu begitu merindukan Makkah alMukarramah tanah kelahiran mereka, dan menangis terharu kegirangan ketika futuh Makkah mengantarkan mereka kembali ke sana.

Namun cinta ini tentu bukan cinta yang mengarahkan para pecintanya untuk memberhalakannya sehingga menomorsatukannya di atas segalanya.

Tentu rasa mencintai sesuatu karena telah lama membersamai kita itu sebuah kodrat. Terlebih Makkah bagi Muhajiriin adalah kenangan paling berkesan yang ditinggalkan para punggawa risalah Allah sejak dulu, sejak Allah mengutus NabiNya Ibrahim As.


'alaa kulli haal, itulah mengapa sifat ghuluw/ishraf (berlebihan) itu dicela dalam Islam. Karena ia dapat seketika mendekatkan para pelakunya kepada dosa teratas yang dapat membuat Empunya otoritas tertinggi -Allah Swt. murka.

wallaahu a'lamu bish-shawaab_

Monday, September 2, 2013

Teori Menulis Efektif Temuan Pemula (hohoho... :D)*

Meski ini (Siapa Dina Y. Sulaeman?? (1)) tulisan sederhana yang sekedar curhatan (bukan tulisan ilmiah), --saya heran- ternyata mampu menyedot perhatian lebih dari 1100 pembaca dan beberapa komentar, lain dengan tulisan-tulisan di blog saya lainnya yang umumnya baru hanya dikunjungi oleh kurang dari 20 pembaca. Karena tulisan yang dimuat kurang dari tiga bulan yang lalu ini kontan visitor blog saya meningkat tajam hampir 100 persen, dari hanya 3000an sejak tahun 2011, kini jadi 5600an hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan. Disusul oleh lanjutan tulisan ini (Siapa Dina Y. Sulaeman?? (2))  yang memeroleh lebih dari 500an pembaca. Bagi saya yang masih pemula di dunia kepenulisan, ini capaian yg luar biasa. Padahal saya takpernah share tulisan ini di facebook yang memungkinkan dapat dibaca oleh banyak teman-teman saya.

Respon pembaca terhadap tulisan ini umumnya baik. Ada di antaranya yang mendapat pencerahan dan bersyukur karena menemukan tulisan ini, ada juga yang memberi apresiasi karena kejujuran dan ketidak-buru-buruan saya dalam menilai seseorang. Walau saya sadar pada beberapa bagian masih ada yang kurang enak dibaca karena diksi yang taktepat.

Awalnya saya sempat kuatir Dina jadi unfriend atau block saya di FB, sampai sekarang pun masih kuatir sebetulnya, kuatir kalau takbisa pantau aktivitasnya lagi. Sebab kecil kemungkinan beliau yang pemerhati media (jurnalis) tak menemukan tulisan yang muncul di temuan teratas di search engine ini :| ), tapi tak apalah, ini era demokrasi yang siapapun bebas berpendapat. Dina pun menulis pendapatnya dengan bebas (seenaknya), maka tak apa saya utarakan opini saya.

Dari capaian yang bagi saya luar biasa ini (seratus persen dalam kurang dari tiga bulan), saya menemukan bahwa ternyata popularitas sebuah tulisan ditentukan oleh: Pertama, judul apa yang kira-kira banyak dicari orang di search engine. Ini penting, mengingat sebuah tulisan yang 'visioner' bertujuan memengaruhi orang. Semakin banyak orang yang terpengaruh dengan tulisan tersebut, maka semakin baik. Cover buku yang baik akan menarik pelanggan. Judul tulisan yang baik pun sama. 

Biasanya, ketika suatu isu sedang jadi trending topic --misal terkait tokoh Syiah satu ini yg saya tulis saat media merilis nama tokoh-tokoh syi'ah Indonesia, yang banyak dicari dan diketik orang di sebuah search engine adalah kata "siapa" dilanjut dengan nama orang yg dicari informasi tentangnya (ini untuk subjek manusia, kalau subjeknya benda bisa menggunakan "apa itu (bla-bla-bla...)" dan komponen 5W-1H lainnya yang merupakan representasi tuntutan kepenasaranan seseorang).

Kalau boleh jujur, sebetulnya judul yang termasuk tampilan teratas di gugel ketika dicari ini (coba ketik: "siapa Dina Y. Sulaeman" atau "Dina Y. Sulaeman" atau yang terkait di gugel) saya buat tanpa sengaja. Ini memang benar-benar tulisan yang berusaha mencari tahu siapa itu Dina Y. Sulaeman, bukan sebaliknya --menjawab pertanyaan siapa beliau itu. Kedua, tulisan tersebut membahas topik yang sedang hangat. Ketiga, gaya menulis. Keempat, baru gagasan.

Jadi, semoga menulis menjadi passion semua muslim (baca: QS al-Qalam dan tafsirnya), sebab semakin sini semakin teknologi informasi menjadi gaya hidup orang semakin rajin membaca. Bisa kita bayangkan betapa sebuah tulisan yang inspiratif pahalanya akan berlipat-lipat sampai kita mati, multi level pahala. Yok, terus berlatih! Wallaahu a'lam_

"Aku, sebutir biji baru matang yang berusaha menggeliat mengeluarkan tunasnya di tengah-tengah hiruk pikuk penguasaan wacana oleh 'Barat' yang hegemonik. Meski begitu kecil, harapanku begitu besar."

*saya tahu judul ini tak cocok :D 

Saturday, July 6, 2013

Tebar Intelektual Muslim ke Pelosok

Intelektual muslim terlalu banyak menumpuk di kota-kota besar, pelosok jadi sasaran empuk para misionaris.

Desa Tegalrejo Kecamatan Belitang adalah sebuah desa berjarak sekitar 180 km dari kota Palembang, Sumatra selatan yang jika menggunakan kendaraan pribadi dapat ditempuh dengan 5 jam perjalanan (minimal). Desa tersebut hanya dapat diakses melalui satu jalur yaitu jalur yang melalui bnyak desa, hutan, perkebunan karet, dan lain-lain. Karenanya, menyusuri jalan ke desa tersebut seakan melaui jalan takberujung.

Penduduk desa Tegalrejo umumnya orang-orang perantauan dari jawa tengah & jawa timur. Namanya saja Tegalrejo. Ketika saya mengunjungi desa ini untuk sebuah tugas, saya takmerasa seperti berada di pulau sumatera, tetapi pulau jawa, sebab hampir seluruh penduduknya berbicara khas 'jowo', medok.

Tuesday, July 2, 2013

Masih soal Dina Y. Sulaeman

Beberapa hal yang meyakinkan saya soal kesyi'ah-an Dina Y. Sulaeman, di antaranya:
  1. Beliau sendiri sejauh yg saya ikuti dalam tulisan-tulisannya tidak pernah menyatakan diri secara terbuka dan tegas bahwa "saya BUKAN seorang syi'ah" ketika orang-orang ramai menjentikkan telunjuknya ke arah beliau dengan tuduhan tersebut, beliau hanya mengungkapkan kekesalannya (merasa terganggu) dengan tuduhan yang beliau nyatakan sebagai "sektarian" tersebut sebagaiamana yang berkali-kali beliau sampaikan melaui tulisannya dalam blog maupun status facebook
  2. Ketika beliau banyak menelanjangi media mainstream Islam karena menyajikan berita-berita terkait Suriah yang tidak valid dengan data-data manipulatif (misal: mencomot gambar korban perang Irak untuk pemberitaan korban Suriah), beliau takpernah menyinggung soal korban Suriah (korban kebrutalan para rafidliy) dari sekian banyak pemberitaan terkait --yang tentu tak semuanya manipulatif
  3. Taqiyyah adalah 'aqidah Syi'ah (baca ini).
Mengapa saya pernah ragu?
  1. Perkataan beliau sangat santun
  2. Beliau sepintas terlihat begitu objektif (data2 yang beliau miliki tidak manipulatif, sejauh yg bisa saya nilai)
  3. Beliau tidak pernah menyatakan diri secara terbuka dan tegas bahwa "saya adalah seorang syi'i.".
Beliau dalam berbagai tulisannya menegaskan bahwa konflik Suriah sejatinya adalah persoalan politik bukan sektarian, persoalan sektarian (antara Sunnah-Syi'ah) hanya persoalan remeh temeh -pengalihan isu yang sengaja digembar-gemborkan untuk memecah belah persatuan Islam, mengalihkan perhatian mereka dari musuh yang sebenarnya: Zionis Yahudi :P

# gara2 buku hoax Dialog Sunni-Syi'ah jugaaaaa

Thursday, June 27, 2013

Muslimdaily.net Siapkan Insan Media Beradab


BANDUNG --Training Jurnalistik gratis Muslimdaily.net dibuka hari ini, Ahad (16/6/2013) di Pondok Tinggi al-Quran Maqdis, kediaman Ust. Syaiful Islam, Jl. Riungpurna II No. 18, Riung Bandung.

Training yang dimulai pukul 10.00 ini dibuka oleh pimred Muslimdaily.net sendiri M. Zulfikri dengan tontonan beberapa film dokumenter terkait penggunaan media sosial beberapa tahun belakangan yang peranannya sangat signifikan.

Beberapa tayangan dalam dokumeter tersebut memperlihatkan beberapa fakta perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan riil secara revolusioner dan dramatis berkat 'peran' media sosial, seperti fenomena "Koin untuk Prita", #IndonesiaTanpaJIL, dan lain-lain.

Saturday, June 15, 2013

Jeneralisasi Ainur Rofiq

Jeneralisasi merupakan salah satu yang menjadi serabut akar konflik. Begitu mudahnya orang menjustifikasi kesalahan individu sebagai kesalahan kelompok. Nila setitik rusak susu sebelanga.

Ini pula akar sering terjadi di Indonesia. Apalagi, selain kaya sumber daya, Indonesia juga kaya kelompok sosial (Agama, ras, suku, budaya, organisasi, dan lain-lain) yang rentan eksploitasi yang mengarah kepada konflik sektarian untuk memenangkan satu ide tertentu pihak-pihak yang "berkepentingan".

Dalam makalah berjudul "Gerakan Transnasional Suriah; Refleksi untuk Indonesia" yang dimuat Dina Y. Sulaeman (seorang pengamat politik timur tengah) dalam blognya http://dinasulaeman.wordpress.com/ , Dr. Ainur Rofiq Al-Amin seorang dosen politik Islam IAIN Surabaya mengungkapkan sebuah analisis yang saya nilai tak berimbang.

Friday, June 14, 2013

Siapa Dina Y. Sulaeman?? (2)

Belakangan ini ada seseorang yang selalu mengganggu pikiran saya, siapa? bukan lawan jenis, tapi teman sejenis. beliau itu Bu Dina Y. Sulaeman.

Dina??? Siapa? ( baca juga: Siapa Dina Y. Sulaeman (1))
Saya kenal beliau (meskipun tidak secara langsung) sejak dumay ramai berbicara soal konflik Suriah. Diam-diam, meskipun saya bukan seorang pengamat politik terlebih pendidikan saya bukan dari politik, tapi di dumay (facebook) saya banyak berkawan dengan orang-orang politik (PKS<= Ikhwanul Muslimin Indonesia, Hizbut Tahrir, dll), 2 kelompok pertama ini karena memang sejak pertama kali masuk Unpad saya menyadari ada 2 kekuatan politik yang memang cukup kuat peranannya di kampus ini. Mereka punya tempat tersendiri dalam pikiran saya dengan segala bentuk persoalannya.

Diam-diam, meski saya bukan seorang pengamat politik (diulang) tapi newsfeed facebook saya dipenuhi postingan terkait, sebab saya memang punya banyak kawan penyuka/pengkaji politik, saya pun jadi tak bisa menghindar untuk ikut berpikir, berbicara, dan berkomentar soal politik (suggested).

Saya bukan sama sekali antipati terhadap persoalan politik, dan memang pernyataan saya di atas tidak berarti demikian.

Nah, Bu Dina ini (secara latar belakang pendidikan formal) memang bukan dari politik, tapi lebih dari itu beliau berbicara politik sebab beliau seorang pengamat politik internasional. Beliau lulusan magister Hubungan Internasional Unpad setelah sebelumnya meraih gelar sarjana dari Jurusan Sastra Arab Unpad. Jadi pas sekali, beliau ini seorang pengamat dan pengkaji persolan timur tengah, bukan hanya persoalan politik tapi juga aspek-aspek lainnya. Dan kebetulan saat ini politik timur tengah memang sedang ramai-ramainya disoroti karena sedang bergolak.

Siapa Dina Y. Sulaeman?? (1)

Dina Y. Sulaeman?? Siapa?
Tulisan ini bukan untuk menjawab siapa itu Dina Y. Sulaeman, namun semacam 'curhatan' pencarian. Begitulah.

Mungkin ada di antara pembaca yang tidak mengenal beliau. Tapi beliau ini cukup terkenal di kalangan orang-orang yang concern dengan media, jurnalisme, dan pemikiran. (saya pun sebetulnya belum lama mengenal beliau, he)
_____
Beberapa bulan yang lalu (entah beberapa pekan yang lalu, lupa kapan tepatnya), saya menemukan sebuah status yang beliau tulis dari news feed facebook yang saya lupa itu hasil like atau share-an salah seorang teman saya yang mana.

Saya bisa bedakan mana tulisan yang baik dan tidak walau saya akui saya belum termasuk ke dalam kategori 'lihai'. Singkat kata, Karena saya tertarik dengan tulisan dalam status tersebut, saya add saja empunya status. Syukur,  friendlist beliau saat itu belum full (sebab sekarang sudah full). Tak lama, saat membuka kembali akun facebook beberapa jam setelahnya saya lihat notification ternyata beliau sudah confirm friend request saya, alhamdulillaah. Ini termasuk cepat, sebab umumnya "orang penting" jarang menghiraukan friend request orang yang biasa-biasa saja alias nggak terlalu/ enggak penting.

Selanjutnya, saat saya  scroll mouse sedikit ke bawah, saya temukan status-status 'renyah' beliau. Saya masih ingat saat itu salah satu status beliau soal peluncuran buku terbarunya berjudul "Prahara Suriah" yang diterbitkan oleh Pustaka IIMaN yang di covernya terpampang beberapa wajah yang terlibat termasuk Bashar alAsad yang tepat berada di tengah-tengah covernya.

Saya like status tersebut (karena saya kagum sama orang-orang yang punya karya, hhe). Kemudian saya langsung komentari status tersebut, "Buku ini apa masuk juga ke toko buku Tisera Bu?", seketika beliau langsung balas komentar saya berikut mention nama saya, "Oh, di Tisera Jatos ya, insyaAllah ada.. :)" katanya. Sudah balasnya cepat (banyak juga yang berkomentar dan memang dibalas dengan balasan serupa), mention nama saya, pake emoticon, lhaa tau pula yang saya maksud itu Tisera Jatos… Bu Dina ini ramah sekali, memangnya siapa saya.. :P. kali aja beliau stalking2 saya dan liat kalau "kita itu satu almamater", kalii aja, :D

Finally, karena penasaran saya stalking balik akun facebook beliau. Ternyata beliau ini seorang alumni sastra Arab Unpad juga. Ya, 'kita' memang satu almamater. Beliau juga menyantumkan studi magister di jurusan Hubungan Internasional (HI) Unpad di information-about-nya. Setahu saya juga melaui status-status facebook lainnya, beliau kini juga sedang sibuk mengurusi administrasi mempersiapkan kelanjutan kuliah doktoralnya di jurusan yang sama di Unpad setelah mendapat restu dari suami beliau, katanya.

Saya semakin senang saja, karena jarang-jarang saya menemukan seorang lulusan sastra Arab, perempuan, kritis, intelektual, produktif menulis, dan sudah menerbitkan cukup banyak buku.

Thursday, May 23, 2013

Kisah Mu'allaf Korea, terjemahan



Akan kuceritakan kisah tentang bagaimana akhirnya aku mnjadi seorang muslim.

Aku dilahirkan dalam keluarga kristen, keluargaku menginginkanku menjadi seorang pastor, karena itu aku mempelajari bibel dan kemudian mulai melakukan kristenisasi sehingga aku sekolah di sekolah misionaris.

Namun setelah itu orangtuaku meninggal, hingga aku hidup sendiri.

Kemudian aku diterima di beberapa universitas di Korea untuk mempelajari bahasa Cina. Tapi aku tak bisa memasukinya karena biaya kuliah di Universitas-universitas swasta Korea sangat mahal (membebani).

Karena itu aku mulai bekerja dalam sejumlah jabatan, (selama itu) aku terbiasa mendengarkan musik dan nyanyian karena merasa teramat sedih.

Aku tak dapat menemukan 'hakikat' dalam ajaran kristen, pada masa-masa tersulit dalam kehidupanku sekalipun. Kemudian aku berdoa, "Jika Allah itu benar-benar ada, maka berikanku petunjuk jalan yang benar ya Allah."

Setelah itu aku menemukan sejumlah buku dan materi-materi terkait Islam dan Muslimin, aku juga mengetahui isu-isu seputar Palestina. Sejak itulah aku mulai mempelajari Islam, dan ketika aku membaca surah al-Ikhlash, aku baru tahu bahwa Allah itu esa, Dia Tuhan Yang Esa, Yang mengurus alam semesta. Aku merasa Islam telah memelukku, kemudian aku menyatakan keIslamanku setelah sebulan mempelajarinya, alhamdulillah..

Sekarang aku sudah tidak mendengarkan musik, yang aku dengarkan hanyalah lantunan al-Quran.. "tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah", tidak ada jalan yang benar kecuali jalan Islam, sementara aku sangat bahagia menjalankan sunnah. Alhamdulillah atas segala ni'mat Islam dan Sunnah (Rasulullah, pent.). Segala puji bagi Allah Rabb semesta..

Friday, May 3, 2013

The Amazing "Idea"


Orang perlu menulis untuk mendeskripsikan idenya. Motif dari "menulis" ini tentu bisa beragam, bisa karena keinginan agar idenya menginspirasi orang lain (kemanfaatan), bisa juga agar idenya dikritisi orang lain sebab merasa idenya masih belum mapan, dan mungkin bisa juga untuk "mengurung" ide tersebut agar tidak "kabur", atau mencari perhatian (sepertipuisi-puisi cinta seseorang kepada kekasihnya), atau hanya agar puas saja. Salah satu, sebagian, atau seluruh motif ini bisa ada pada siapapun yang menulis. Yang jelas, menulis adalah satu usaha agar ide kita diketahui orang lain.

Terciptalah buku-buku yang menjadi hasil dokumentasi dari ide-ide tersebut. ketebalan buku yang variatif menjadi bukti sedemikian kompleksnya ide yang ada di dalam otak penulis. Memaparkan satu objek memerlukan pemaparan objek turunan lainnya yang berkaitan, menjelaskannya, sehingga menjadi jelas bagi siapapun yang mempelajari ide tersebut. Begitu seterusnya hingga tergambarlah satu konsepsi yang bulat (dirasa mapan). Namun tebalnya buku yang mendokumentasikan gagasan kompleks seseorang tentang suatu objek tak lantas menjadikan pembacanya paham dengan gagasan si penulis secara utuh. Begitulah rumit dan kompleksnya sistem pengolahan informasi yang dimiliki akal manusia, beratus-ratus jilid buku yang ia hasilkan takkan mampu mendokumentasikan seluruh gagasannya secara utuh. Maha Suci Allah…. ^^"

Itulah sebabnya sangat banyak saran, kritik, atau bahkan penafsiran ulang yang dilakukan oleh pembaca gagasan terhadap dokumentasi tertuang ke dalam lembaran-lembaran kertas yang dijilid tersebut, dan kita tahu apresiasi yang diberikan sangat banyak, bahkan bisa melebihi karya awal yang dibuat. Lihatlah ilmuwan-ilmuwan muslim berapa ratus jilid buku yang mereka hasilkan, namun tulisan-tulisan lain yang menuliskan apresiasi terhadap karya-karya tersebut terus-menerus bermunculan dan berlanjut hingga kini, sejak berabad-abad yang lalu…

Subhaanallaah...

Wednesday, May 1, 2013

Perjuangan Jilbab Kami


Baca artikel tetang sejarah hijab nusantara yang ditulis Kak Sarah Mantovani (http://thisisgender.com/hijab-indonesia-sejarah-yang-terlupakan/), jadi ingat barang 16 tahunan yang lalu, saat Ibu mulai memakaikan kerudung di atas kepala saya di hari pertama masuk sekolah dasar.

Oya, zamannya Ibu-Ibu kita kuliah, barangkali zamannya revolusi jilbab yang Kak Sarah bilang di paragraf-paragraf terakhir artikelnya itu. Dulu, katanya Ibu pernah ikutan Usrah (Usrah itu satu akronim yang entah apa singkatannya saya lupa), yang jelas itu satu kelompok kajian Islam yang dari penuturan beliau saya kira masih mirip-mirip sama gerakan tarbiyyah yang berafiliasi ke Ikhwanul Muslimin. Kalau ia, saya terka mungkin ini gerakan awal-awal mereka memasuki ranah akademisi (baca: mahasiswa) meski perkembangannya pada saat itu belum sesignifikan sekarang secara kuantitas.

For You, for a Revolutionary Movement


بسم الله الرحمن الرحيم

catatan ini agak lama saya simpan dalam folder "my notes", kemudian saya copy ke folder "Hima-Himi" saat Farhan menyerahkan flashdisknya untuk diisi berbagai file yang mungkin bisa bermanfaat. folder "Hima-Himi" pun saya ikut copykan bersama folder-folder berisi e-book, file-file kuliah, dan lain-lain* yang sebanyak hampir 2 Gb dari folder "e-library". Entah folder "Hima-Himi" ini sudah dibuka dan dilihat isinya atau belum. Mungkin perlu 'waktu' untuk bisa memahami keseluruhan isi folder yang saya kumpulkan sejak 2009 tersebut untuk memahami perkembangan organisasi ini dari waktu ke waktu, apalagi e-book-e-book berbahasa Arab yang mendominasi ruang file itu sepertinya lebih menarik hati dan menggelitik minat antum untuk memelajarinya.

Akhirnya terinspirasi dari kuliah luar biasa bersama Ust. Atip Latifulhayat, SH, LLM, Ph.D kemarin, saya posting juga catatan ini ke facebook dengan sedikit perubahan. Mudah-mudahan bermanfaat dan menginspirasi 'ke mana kaki menuju' bagi organisasi ini ke depannya...^^"

Organisasi dan Strategi Da’wah
Hima-I Persis komisariat Universitas Padjadjaran

Muqaddimah

Pada dasarnya organisasi dibutuhkan dalam rangka memanage usaha-usaha dan perangkat-perangkat yang ada demi tercapai suatu tujuan bersama. Karenanya, sebuah organisasi sejatinya akan memanfaatkan berapa pun jumlah subjek yang tergabung di dalamnya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki setiap subjek tersebut secara maksimal.

Saturday, April 27, 2013

Against Feminism, Against Masculinity means Against Egoism


bagaimana menghilangkan perasaan ketertindasan dari kaum perempuan oleh rezim yang bernama laki-laki???? (Oops!!)

sikap kaum laki-laki yang merasa diri "lebih" dari pada perempuan memang menjadi awalmula penyebab dari berjamurnya gerakan feminisme di dunia, terlebih saat mendapat legitimasi dari teks suci (baca: Bibel). Jika begitu, yang mesti dilakukan kaum laki-laki adalah menghilangkan egonya. ego yang menyebabkan kebanggaan diri atas kelebihan beberapa potensi kodrati yang dimilikinya, bahwa ia bukanlah alat untuk menghendaki kemunculan superioritasnya serta menganggap kaum perempuan inferior, namun menjadikannya sebagai anugerah untuk melengkapi yang tidak lengkap pada perempuan dalam kaitannya dengan kelanjutan hidup di dunia.

Pergerakan-pergerakan yang mengatasnamakan pembelaan terhadap perempuan ini signifikasi penyebarannya bisa karena kesamaan nasib perempuan di berbagai tempat atas perlakuan diskriminatif oleh kaum laki-laki, atau bisa juga hanya karena mengikuti tren, karena imperialisme pada saat itu menjadi super power yang menghendaki objek jajahan melihat mereka sebagai sesuatu yang "indah menakjubkan" dan mesti diikuti. sisi baik sekaligus sisi buruknya. Ibarat mawar, harum baunya,indah susunan kelopak dan warnanya sekaligus tajam durinya.

Sunday, April 14, 2013

Ujian Nasional Ujian 'Aqidah


Dalam Ujian Nasional (UN), hal yang paling dipertaruhkan oleh seorang muslim sesungguhnya adalah 'aqidah.

mengapa??
Wali kelas, kepala sekolah, orang tua, lembaga pendidikan informal, dan anak didik pada tahapan proses pendidikan ini sama-sama kuatir menanggung malu jika ternyata ada anak didik yang tidak lulus.

Akhirnya, salah satu, beberapa, atau bahkan kelima kemponen tersebut melakukan kecurangan demi mempertahankan gengsinya. "keberanian" ini lama kelamaan menjadi hal yang lumrah, tidak tabu, biasa saja, bahkan dianggap sah.

Selanjutnya, "keberanian" ini berkembang dan diterapkan di setiap kesempatan untuk menjadi pembuka "pintu-pintu" lainnya, demi yang dipertuan agung bernama "gengsi" itu.

#UN jadi momen final yang paling  mengesankan dalam proses pendidikan anak-anak bangsa yang berbasis kompetensi korupsi

Pelajaran Hari Ini


Kasihan sekali adik saya,

hari ini kebetulan hari ahad, dia diajakin temennya ikut car free day di Dago (bayangin, anak kelas 4 SD, pake sepeda dari komp. GBA, kabupaten Bandung, sampe ke Dago, kota Bandung, weeewW nekat sekali kamuuh..!! pake motor aja udah jauh banget). Saya dan Ibu pagi tadi memang sengaja mengunjungi nenek di Ciwastra dan agak lama disana. Jadi kami tidak mengetahui kepergiannya. Katanya mendadak dia diajakin temennya dan nggak enak nolak. Mungkin dia pikir ini akan sangat menyenangkan, sebab teman sebayanya banyak yang ikut, dia pun akhirnya ikut.

Sepulang dari Ciwastra, kami pun sejanak melepas lelah, karena tumben pagi menjelang siang tadi tu panas banget, kalo kata Nin (sebutan kami ke Nenek) tadi "meni ngelekeb ngelekeb teuing ieu teh, rek hujan gede kitu nya?" (bahasa khas Sunda-Bantennya keluar). Jadi perjalanan pulang pun terasa melelahkan.

Di kursi sebelah saya duduk, di ruang tamu, koq tumben saya liat adik bungsu saya itu tergolek lemah, biasanya jam segituan kalo hari libur gini dia lagi maen, dan baru pulang ntar sore.

Tuesday, April 2, 2013

Inspiring me --the most


saat sedang futur, putus asa, dan kecewa, banyak yang menyarankan untuk bersabar, bersyukur, ikhlash, tawakkal.

"banyak-banyaklah mengingatNya...", "sabar ya...", "ikhlashkan saja...", "setelah berikhtiar dan berdoa, manusia hanya bisa bertawakkal, maka bertawakkal-lah...", “hamasah.. kamu pasti bisa!”

saya pun hanya manut-manut tanpa keadaan berubah sedikitpun. bibir saya terpaksa tersenyum --agar mereka tak merasa gagal menyemangati saya--, walau hati saya masih manyun. Bahkan karena itu kegalauan-pun semakin bertambah-tambah. Ya, kecewa, karena berharap keadaan menjadi lebih baik namun pada kenyataannya tidak.

bagi saya saat itu, ucapan-ucapan tersebut hanya basa basi atau ‘peribahasa populer’ yang siapapun bisa mengucapkannya, diiringi kepalan tangan yang begitu bertenaga untuk memberi efek dramatis. Tapi ‘bertenaga’nya tak samasekali mengalirkan energi dan memberi efek!

itu dulu, mungkin saya terlalu bebal, hatipun terlalu keras membatu untuk enggan menerima ucapan-ucapan seperti itu. terlalu sederhana? exactly yes!!!

Alhamdulillaah, Dia memiliki hamba sebaik Buya Hamka yang menyusun sebuah buku pembimbing aqidah berjudul "Pelajaran Agama Islam". Judul yang terlalu sederhana memang, untuk substansi yang terlalu tak sederhana (bagi saya). gaya tulisannya yang khas filosofis begitu ber’energi’ hingga mampu membimbing akal kepada hakikat-hakikat tentang bagaimana (dan mengapa harus) mengingatNya, sesuatu yang (jelas-jelas) tak berujud/terindera. hingga dari pemahaman dan kesadaran itu manusia akan mampu memahami konsep ikhlas, sabar, syukur (yang menjadi komponen-komponen utama dalam menjalani kehidupan sebagai ujian). Begini cara jitu Hamka rahimahullaah memberi semangat….

buat saya, buku ini yang pertama kali memberi penerangan pada lorong 'aqidah saya. buku yang ke-dua yaitu Petunjuk Jalan (Ma'aalim fith Thariiq)-nya Syed Quthb sebagai petunjuk bagi konsekuensi dari kesadaran yang pertama. kemudian Quantum Ikhlash-nya Erbe Sentanu.Buku-buku ini sangat direkomendasikan bagi mereka yang masih sering ‘galau’.

karena bagaimanapun juga, akal manusia memerlukan cahaya yang menjadi penerang jalan menuju hakikat fungsinya. (treatment akal melalui 'membaca', menulis, berdialog)


#أولو الالباب و صفاتهم


Thursday, February 14, 2013

“Ibu” Profesi Paling Prestisius dan Penuh Gengsi

‘tek...kretek. . . kretek. . . . . kretek . . . .’ sebuah benda bulat lonjong semakin berurat retakannya. Tiba-tiba menyembul dari dalamnya sesosok wajah yang lugu, matanya yang kuyu memandangi sekelilingnya sambil berusaha keluar dari telur yang telah berapa lama membungkus tubuh lemahnya. Kemudian…
“mama… mama…” katanya pada sosok yang pertama kali ia lihat…

Di atas itu merupakan salah satu adegan mengharukan yang barangkali sering kita saksikan dalam film-film animasi.

ya,
ibarat makhluk yang keluar dari telur tersebut dan “mama” yang pertama kali ia lihat, “mama” yang senantiasa menjaga telur tersebut dan membawanya ke manapun pergi hingga suatu saat telur itu pun harus menetas, kedekatan anak dan ibunya yang istimewa akan membekas dan menentukan bangunan karakter anak, menjadi pola perilaku yang menentukan nasib dunia di masa depan dan ‘nilai’ manusia di hadapan Sang Pencipta.

Dalam Islam, wanita menempati tempat yang sangat mulia. Dalam sebuah hadits yang sangat populer, Ibu adalah sosok yang sangat dielu-elukan melebihi siapapun termasuk ayah, Ibu disebut sebanyak 3 kali sementara ayah hanya satu kali. Memunculkan sebuah asumsi (bahwa) Ibu-lah yang berperan paling penting dalam menopang tegaknya sebuah peradaban.

Sementara Ibu dalam pandangan non-Islami:
di belahan dunia timur, sebelum datangnya risalah Allah melalui para rasul, wanita ditempatkan pada posisi yang sangat rendah. pada waktu itu kehadiran anak perempuan bagi suatu kabilah bahkan dianggap fenomena paling memalukan, hingga al-Quran menggambarkan terlahirnya mereka ke dunia membuat wajah ayahnya menjadi merah padam karena akan memarjinalkannya dari kabilahnya saking malunya (koq banyak nyanya?).

di belahan dunia barat, tak jauh berbeda, bahkan di sana perempuan diperlakukan lebih buruk. perempuan mereka sebut sebagai ‘female’/'feminus’ yang berarti ‘faith-minus’ (makhluk yang kurang imannya), bahkan disebut sebagai setan. Ia dimarjinalkan dari kehidupan masyarakat, dianggap kotor, makhluk pengganggu dan budak yang layak mendapat perlakuan sebagaimana hewan, pemuas hasrat seksual yang menghambat peran laki-laki dalam memajukan suatu peradaban. Sehingga oleh sebab perlakuan-perlakuan tidak manusiawi tersebut kemudian muncul gerakan-gerakan mengatasnamakan "feminisme" yang mencoba berontak dari keadaan dan mencoba mengubahnya dengan cara menuntut kemunculan peran mereka di ranah publik. Namun gerakan-gerakan ini pun pada hakikatnya sekaligus mencoba ‘memerkosa’ naluri perempuan, yang tak menempatkan perempuan pada tempat yang semestinya.

Sementara dalam Islam, Ibu adalah ‘lingkungan utama’ yang berkewajiban menanamkan nilai-nilai dasar Islam pada anak-anaknya sejak dini. –Islam, sebagai arus utama dalam hidup–. Ibu yang menyusun sendiri batu-batu kali dan merekatkan setiap bagiannya sehingga menjadi fondasi yang kokoh yang mampu menopang peri kehidupan yang bernilai yang dari padanya dan oleh karenanya terlahir manusia-manusia yang beradab yang mampu membangun sebuah peradaban yang gemilang, yang menginspirasi banyak penjuru negeri.

Kira-kira beginilah Ibu ideal yang saya rumuskan. menjadi “Ibu” adalah profesi paling prestisius dan penuh gengsi yakni sebagai PEMBANGUN PONDASI PERADABAN…

tahu mengapa?
Islam pernah berhasil membuat peradaban termegah di dunia yang mampu bertahan paling lama. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam kehidupan sangat sesuai dengan fitrah manusia, ia merupakan implementasi "tangan" Allah yang paling mampu memanusiakan manusia. Bahkan ‘Human rights’ yang dideklarasikan di Inggris untuk membatasi kekuasaan mutlak seorang raja adalah wacana yang ketinggalan zaman. Islam sudah memulai ini sejak berabad-abad sebelumnya. bahkan seorang penasihat politik terkemuka Amerika dalam bukunya “The Clash of Civilization”, Samuel P Huntington mengungkapkan:

“Islam is the only civilization which has put the survival of the West in doubt, and has done at least twice”

karenanya Ibulah yang mesti membangun kembali kapal peradaban Islam yang sempat karam itu. Secara eksplisit barangkali begini nanti tugas seorang Ibu yang ideal:

Ibu, akan lebih dahulu memperdengarkan lantunan ayat suci al-Quran kepada anak dalam kandungannya daripada musik-musik klasik, sehingga baginya al-Quran menjadi sarana entertain utama dalam hidup yang paling menentramkan hati - memanjakan jiwa. karena musik kini menjadi instrumen paling canggih untuk melumat semangat pemuda, musik itu efeknya seperti candu.

Ibu, adalah seorang chef andal yang paling tahu bagaimana cara menjaga gizi anak-anaknya dengan masakan yang halal, thayyib, menghindarkan keluarganya dari makanan yang “membuat kotor” perut namun memanjakan lidah, sehingga tak ada restoran2 dan rumah makan terbaik selain ruang makan di rumah.

Ibu, membacakan kisah-kisah heroik para pahlawan muslim (mujahid) yang berjuang atas nama Islam, juga capaian-capaian diin Islam sebagai pondasi untuk membangun peradaban termegah di dunia sebelum cerita2 tentang snow white, tarzan, batman, superman, spiderman, dan nilai2 tentang peradaban semu dunia barat mampir di memori anak-anaknya dan menjadi pola sikapnya.

Ibu, mampu berbicara bahasa Arab sebagai salah satu bahasa pengantar pendidikan di rumah, memperdengarkannya saat anak mulai mampu memahami konsep berbahasa, agar memori anak menyimpan cukup banyak kosakata bahasa Arab, untuk memahami al-Quran dan as-Sunnah sejak dini, untuk shalat yang khusyu’ sejak dini karena shalat adalah tiang agama.

Ibu, akan berusaha menjadi childist pada anaknya saat masih kecil untuk mendengarkan apa kata anak-anaknya, untuk mencoba menjadi sahabatnya yang paling setia, penyimpan segala rahasianya, hal ini akan membuat anak senantiasa terpantau perilakunya, mudah diarahkan Ibunya kepada nilai-nilai kebenaran, dan senantiasa terikat silaturahim dengan ibunya hingga ia dewasa.

lihat, Ibu itu seorang produser handal..!!!

#untuk ummahaat (para Ibu) dan ummahaatu l-ghad (calon Ibu).
tak ada lagi celah untuk bermain2 dan bersantai



let’s prepare ourselves to build the world by the Hand of Allah…

biarkan terbang

Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,