Tuesday, October 8, 2013

"Menulis = JIHAD Kita", Meniti Jalan menuju Insan Media Beradab

*Suasana Pelatihan Jurnalistik PIMPIN
Ruangan Lab. Fisika di sudut lantai 2 Gedung Universitas Komputer Indonesia (Unikom) yang cukup besar dengan jumlah kursi yang banyak pada siang itu, sabtu (5/10/13) hanya diisi 6 orang audience termasuk pemateri. Apalagi di akhir pekan saat ruangan tersebut PIMPIN gunakan untuk menyelenggarakan pelatihan jurnalistik sejak ba’da zhuhur hingga adzan ashar berkumandang, gedung ini memang sepi mahasiswa, tak bising sebagaimana biasa.



Denyit kursi cukup terdengar menandai sambutan keempat audience yang duduk menghadap whiteboard ketika serentak menengok kepada salah seorang peserta yang baru saja datang dari arah belakang. Suasana hangat diskusi kembali setelah peserta yang datang terlambat itu membetulkan duduk dan mempersiapkan netbooknya yang diminta panitia untuk dibawa selama pelatihan.

Whiteboard yang memenuhi salah satu dinding ruangan itu begitu lekat ditatap para peserta juga deretan kursi kosong di hadapannya, karena refleksi cahaya dari lampu infokus yang berisi materi kuliah jurnalistik tengah menyorotnya seraya seseorang sedang mempresentasikannya. Presenter pelatihan jurnalistik ini adalah Kang Rizki yang sering menyebut dirinya dengan nama Rizki Lesus, atau M. Rizki Utama pada tabloid Al-Hikmah yang ia sebagai salah seorang wartawannya. Kang Rizki yang juga anggota Jurnalis Islam Bersatu (Jitu) ini salah juga salah seorang aktivis PIMPIN yang akan mengasuh pelatihan ini setiap sabtu selama oktober.

Slide demi slide presentasi yang disajikannya pada pertemuan pertama ini sesekali ditanggapi oleh Wendi Zarman, seorang direktur PIMPIN yang juga ikut mengawal suasana pelatihan ini. Penulis buku “Inilah! Wasiat Nabi bagi Para Penuntut Ilmu” ini adalah seorang doktor Pendidikan dan Pemikiran Islam jebolan Universitas Ibnu Khaldun Bogor yang kemampuan menulisnya tentu tak dapat diragukan. Forum yang hanya dihadiri oleh beberapa orang ini juga menghendaki suasana pelatihan yang sersan (serius tapi santai), peserta dapat mengungkapkan tanggapan dan pertanyaan secara spontan dan interaktif.

“Menulis itu harus punya tujuan.” Kata Rizki di sela-sela presentasinya. Tujuan ini menurutnya yang dapat mengalirkan jiwa pada sebuah tulisan.

---------
Beberapa slide mengenai materi dasar jurnalistik disampaikan Rizki secara komunikatif. Sampailah kepada sebuah slide mengenai media dan pers menuntun perbincangan lebih lama seisi ruangan.

Rizki mengemukakan bahwa tak ada media yang tak memiliki ideologi (worldview), pada straight news sekalipun yang berisikan data-data faktual. Opini dalam sebuah berita, tambah Wendi, terdapat dalam cara sebuah media menggunakan diksi saat menentukan judul, angel, dan isi dalam berita. Itulah cara halus media beropini lewat berita.

Rizki selanjutnya memberi contoh sebuah harian lokal yang notabene “sekuler” seringkali menyerang pihak-pihak yang dianggap “rival”nya lewat judul-judul yang fantastis, dicetak dengan huruf besar-besar, dan warna merah yang mencolok dari segi tampilan, belum lagi dari segi isi dengan diksi bertendensi propagandis walau hanya data-data yang diungkap di situ.

Karena itu, lanjutnya, tak keliru jika ada seorang wartawan senior yang memberi batasan baru bagi kaidah menulis berita 5W+1H, yang kini ditambahnya menjadi 6W+1H. 1W lagi itu adalah “Wow”. Seisi ruangan pun riuh, sontak terkejut sekaligus geli mendengar ungkapan “wow” dari pemateri setelah berusaha menebak-nebak kata tanya apa lagi selain 5W itu yang luput. Dan memang, itu bukan kata Tanya.

Menurut Wendi, kini fakta dalam berita dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi “wow” dan bombasatis. Ia digunakan media untuk menarik perhatian. Hal ini sebagaimana yang sering dilakukan infotainment, permasalahan keluarga yang biasa-biasa saja bagi seorang publik figur akan menjadi nampak luar biasa bagi penikmat berita. Bahkan masalah keluarga seorang publik figur justru seringkali membesar akibat pemberitaan infotainment ini.

Sebuah media, lanjutnya, terkadang menggunakan logika terbalik, yaitu membuat judul yang bertendensi negatif ketika membuat pemberitaan bagi objek pembicaraan tertentu untuk menarik perhatian pembaca, padahal isinya justru untuk membagus-baguskan objek pembicaraan tersebut.

Rizki menyayangkan hal berlebihan ini juga tak jarang dilakukan oleh media-media Islam untuk menarik pembaca, padahal objektivitas adalah hal utama dalam jurnalistik.

Di Akhir slide, Rizki menulis, “Menulis = Jihad Kita”. Berharap bahwa di kemudian muncul insan-insan media beradab.

(Rep: Risna Inayah)

biarkan terbang

Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,