Wednesday, October 9, 2013

Adab dan Urgensinya dalam Pembangunan Umat

“Adab bukan semata tata cara atau sopan santun yang nampak secara zahir, melainkan lebih dari itu ia bermakna ‘meletakkan sesuatu pada tempatnya yang tepat’,” kurang lebih demikianlah Prof. Madya Dr. Ugi Suharto mengungkapkan batasan terkait apa yang disebut dengan “Adab” ketika menyampaikan materi bertajuk “Adab dan Urgensinya dalam Pembangunan Umat” dalam Daurah yang diselenggarakan Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (Pimpin) Bandung Ahad lalu (18/8/2013) di ruang GSS Masjid Salman ITB.



Tema yang disampaikannya ini menjadi begitu teramat penting mengingat hilangnya adab (the loss of adab) merupakan salah satu faktor terpenting dari kerusakan umat Islam saat ini. The loss of adab ini menurut Ugi disebabkan oleh kekeliruan dalam memahami apa itu ilmu. Kekeliruan tersebut selanjutnya dapat mengakibatkan kekeliruan dalam menempatkan sesuatu. Tak ayal oleh sebab itu maka kini banyak muncul pemimpin-pemimpin palsu, juga para ‘ahli’ palsu yang dianggap laik disebut sebagai pakar pada bidang-bidang tertentu di dalam kehidupan.

Ugi Suharto selanjutnya mengungkapkan bahwa antara ilmu (khobar shadiq) dan informasi (khobar) itu berbeda. Beliau menjelaskannya dengan membuat perumpamaan, yaitu ketika seseorang mendapati kabar bahwa rekannya telah meninggal dunia. Jika kabar yang sampai kepadanya itu belum terbukti benar, maka ia masih berupa informasi. Sementara itu, kabar tersebut dapat kemudian menjadi ilmu bila kebenarannya sudah terbukti. Pembuktian kebenaran ini menurut Ugi dapat melalui pengalaman secara langsung; atau kabar yang disampaikan oleh orang-orang terpercaya. Dengan cara seperti itu maka akan muncul keyakinan dalam diri si penerima kabar bahwa kabar tersebut memang benar adanya.

Kekeliruan dalam membedakan apa yang disebut dengan ‘ilmu’ dan ‘informasi’ ini, lanjut Ugi, dapat mengakibatkan kekeliruan dalam meletakkan keduanya pada tempat yang tepat –‘informasi diangkat derajatnya sebagai ilmu, sebaliknya ilmu malah direndahkan sebagai informasi.

Sementara itu pada derajat yang lebih tinggi ‘ilmu’ dapat membimbing seseorang untuk dapat mengenali tempat-tempat yang tepat. Ilmu ini disebut juga sebagai hikmah. Hikmah adalah ilmu dengan derajat tertinggi, karena melaluinya seseorang mampu mengenali tempat yang tepat bagi segala sesuatu, bagaimana kedudukannya, serta bagaimana hubungannya dengan Sang Pemilik dan Penguasa ‘alam, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena tempat bagi segala sesuatu sudah diatur dalam Islam, maka ia menjadi acuan sekaligus panduan bagi bersikap dan bertindak secara benar. Kebenaran dalam meletakkan segala sesuatu inilah yang disebut sebagai ‘adab’. Dengan adab keadilan dapat terbit. Maka adab merupakan sebaik-baik akhlak, karena implikasinya yang begitu besar –yakni keadilan. Selanjutnya, maka ukuran bagi keberhasilan pendidikan dalam pandangan Islam pun adalah ketika adab tersebut tertanam dalam segenap diri-diri manusianya (ta’dib).

Ada beberapa tingkatan keadilan yang disebutkan Pria yang tengah mejabat sebagai salah seorang staf pengajar College of Business and Finance di Ahlia University Kingdom of Bahrain ini, yakni keadilan yang dibangun seorang muslim dalam memerlakukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, inilah yang pertama sekaligus paling utama. Selanjutnya adil dalam memerlakukan diri sendiri, baru kemudian adil dalam memerlakukan masyarakat. Ini bukan berarti menyifati keadilan sebagai relatif dan dikotomis, namun justru bermakna bahwa seseorang yang sudah berlaku adil terhadap Allah Swt. –dengan caranya menunaikan kewajiban-kewajiban untuk memenuhi hak-hakNya—maka ia telah juga berlaku adil pada dirinya sendiri, karena hak-hak nya yang telah terpenuhi. Namun bila menempatkan posisi keadilan ini saja keliru, maka yang akan berlaku adalah sikap tidak beradab pada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus juga dirinya. Ini sebagaimana yang banyak terjadi saat ini, keadilan selalu diusahakan untuk tegak dalam masyarakat, namun banyak yang lupa memenuhi kewajibannya pada Allah Ta’ala juga dirinya sendiri. Kondisi ini kemudian disebut sebagai zhalim.

Terakhir, Pria yang tengah berada dalam bimbingan langsung Prof. Dr. SMN Al-Attas ketika masih mengampu mata kuliah History and Methodology of Hadith di ISTAC ini menegaskan, bahwa keberhasilan individu-individu dalam membangun keadilan dalam dirinya akan dapat membentuk paradigma ummatan wasathan, ini yang akan menghantarkan mereka menjadi khayru ummah (sebaik-baik ummat) kelak. Wallahu a’lam.


Rep: Sakinah Fithriyah
Ed: Risna Inayah

biarkan terbang

Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,