Monday, November 11, 2013

Siapa Dina Y. Sulaeman?? (4)

Ini komentar Dina Sulaeman terhadap catatan saya beberapa waktu yang lalu, cek di sini,  Dina menuduh saya memfitnahnya tanpa mau bertabayun kepada saya, bahkan malah saya diblok dari friendlistnya di facebook.

Tapi, usut punya usut, ini ternyata memang kebiasaannya, ia tak segan akan memblokir seseorang dalam friendlistnya di FB jika tak sepaham dengannya (menyatakan ketidaksepahamannya). Sebab ini pun pernah terjadi pada beberapa teman saya lainnya. Seorang di antaranya adalah bu Erma. Saya masih ingat, ketika itu, sebelum saya berteman dengan Dina Y. Sulaeman di facebook (apa setelah berteman sebentar ya? saya lupa, pokoknya gitu deh) Bu Erma pernah mengeluhkan dirinya diblock Dina dari friendlistnya hanya karena tak sepaham pandang soal konflik Suriah. Jika Bu Erma ‘secara kebetulan’ sepandang dengan media mainstream barat (begitu juga media-media Islam Indonesia lainnya), Dina ‘tetap konsisten’ menunjukkan ketakberpihakannya pada Israel, dan tentu sejurus dengan itu Dina mengambil sikap ‘anti barat’ dan ‘anti media barat’. Dina dalam berbagai tulisannya mengampanyekan bahwa (apa yang disebutnya sebagai) konflik antarmadzhab (antarmadzhab yee :P) sengaja secara kompak diblow-up oleh media mainstream Barat ‘didukung’ oleh media mainstream Islam Indonesia itu untuk mengalihkan perhatian dari konflik sebenarnya, yaitu konflik Israel-Palestina. ooyeeaaaahh!!!

____________
Ohya, Dina memang seharusnya tak terusik tak bergeming ketika ada tulisan yang mencoba menyerangnya, Ia seorang publik figur kontroversial, tentu hal biasa baginya. Merasa terusik seperti itu hanya akan menunjukkan kelemahannya. Tapi sepertinya Dina menuruti saran saya itu, sebab ia tak pernah lagi membahasnya. :P

Tapi, btw, untuk apa pula saya masih saja membahas Dina Y. Sulaeman?
Cukupi saja lah, apa anda tak takut dengan ancaman konsekuensi ‘mengghibah’ dan ‘memfitnah’ sebagaimana hadits yang oleh Dina kutip dalam komentarnya terhadap tulisan anda tempo lalu??
Oh no, this is not a part of ‘me’. Saya hanya sekadar merenung tentang beberapa hal yang bertubrukkan dalam otak saya lalu saya curhatkan di sini. Semoga dengan begitu keterpusingan saya bisa terobati. Bukan begitu, saya hanya merasa bersedih karena kecewa didepak olehnya dari friendlistnya, padahal saya ngefans. Tapi, tidak tidak, bukan begitu, saya hanya kecewa karena Dina yang baik hati ternyata bersekongkol dengan mereka untuk mengecewakan saya.

Ya, Dina menelanjangi media Islam mainstream untuk menunjukkan seolah ia seorang jurnalis yang adil. Namun ia adil hanya tatkala menyerang sunni. Di kemanakan fakta-fakta kekejian Bashar al-Asad yang banyak itu? tak pernah ia sebut. Begitukah jurnalis yang adil?

Ssttt…. Sudah lah, jangan bersedih…. Coba simak dulu di bawah ini, lalu kamu bisa melanjutkan kesedihanmu. Hiks hiks..

Di jumlah total pembaca ke-2000an tulisan sederhana saya soal siapa Dina Y. Sulaeman, Ada beberapa perkembangan informasi terkaitnya yang perlu saya catat di sini. Pertama, Otong Sulaeman, suami dari Dina Sulaeman yang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di Filologi FIB Unpad yang prodi tersebut diketuai oleh dosen pembimbing skirpsi saya Prof. syarif Hidayat (panjang juga keterangannya, maaf ya kalau gak bisa nafas dulu bacanya) kini sedang melakukan penelitian filologi penting di Iran. Dina ikut dalam penelitian tersebut bersama suaminya ke Iran.

Dari situ saya tahu, Dina, mahasiswi teladan pertama se-fakultas sastra & teladan kedua se-Universitas pada masanya ini memang sangat berprestasi. Ini saya ketahui dari tulisannya yang berjudul Pentingnya Sejarah yang menceritakan sekelumit pengalamannya dan suaminya saat melakukan penelitian itu di Iran beberapa waktu yang lalu. Dina dan suaminya selain pandai berbahasa Inggris dan Arab, juga bahasa Persia, lisan maupun tulisan.

Dina dalam berbagai tulisannya memang kerap membuat terjemahan dari bahasa Inggris maupun Arab. Terjemahan itu selalu mengikutkan link tulisan aslinya, meski tak yakin juga apa para pembacanya suka mengakses link tersebut atau tidak. Terjemahannya sangat baik, mengalir, enak dibaca, dan mudah dicerna, seolah bukan terjemahan.

Soal bahasa Persia, sejak pertama menerima beasiswa studi di Iran, Dina barang tentu sudah mempelajarinya. Sebab tak mungkin sekolah di luar negeri tanpa menguasai bahasa setempat. Ini juga ditonjolkan Dina dalam beberapa tulisan terakhirnya ketika menceritakan soal penelitian filologi suaminya. Otong berdiskusi dengan seorang Rektor Univ. Ferdowsi terkait naskah-naskah kuno ketika berusaha menjelaskan apa itu arti filologi dalam bahasa Persia. Katanya, orang Iran tak mengerti apa itu filologi karena memang akademisi Iran tak menemukan kesulitan yang berarti ketika membaca naskah-naskah kuno tersebut, jadi tak perlu memelajari ilmu-ilmu khusus seperti itu. Hal ini lain dengan di Indonesia, yang bahkan menurut filolog Titin Nurhayati Makmun pun penelitian terhadap naskah-naskah kuno yang penting ini masih teramat minim, hanya dapat dihitung jari. Huh, apatah lagi kalau semua orang Indonesia bisa mengakses (baca: memahaminya), malahan ia dikeramatkan oleh sebagian orang karena dianggap suci.

Kedua, Dina Suleman yang beberapa bulan yang lalu masih mengurusi administrasi untuk melanjutkan studi doktoralnya di HI Unpad, kini sudah pede memajang namanya dengan embel-embel “Mahasiswa Program Doktor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Peneliti Global Future Institute” di setiap tulisannya. Nampaknya memang, ia serius, bahkan sangat serius dengan studinya, sangat kompak dengan suaminya.

Saya jadi tambah galau (walau skripsi saya belum kunjung selesai), studi apa ya yang selanjutnya mau saya ambil? Budaya, Linguistik, atau filologi?

Alternatif terakhir ini baru saya tertariki setelah membaca beragam buku terkait hermeneutika dan usaha pengaplikasiannya dalam studi al-Quran, juga buku-buku terkait sejarah melayu-Indonesia, terutama buku Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu Prof al-Attas, juga makalah Titin Nurhayati Makmun terkait studi naskah keagaamaan di nusantara yang ternyata di nusantara (baca: Melayu) ini khazanah budaya dan intelektual keIslaman teramat melimpah, sementara studi terhadapnya sangat minim. Ditambah keseriusan Otong Sulaeman yang bikin saya mendidih, pasalnya, koq saya nggak serius sejak awal????!!!!! Saya baru sadar kalau ternyata kuliah di jurusan sastra Arab itu beeeeerrrrraattt sekali. Maka saya pernah mempertanyakan, mengapa Unpad tak membuka fakultas khusus soal Oriental dan Islamic Studies?? Bahan kajiannya itu luas banget broo!! Nggak kuat!!

Alaa kulli haal, ini barangkali patut kita jadikan renungan dan pelajaran, bahwa dalam kompetisi antara haqq dan bathil ini kita tak semestinya membuang-buang waktu untuk hal-hal tak berfaidah. Dina dan keluarganya ini tentunya cukup untuk dijadikan inspirasi, bahwa kita harus semakin keras berusaha. Peluh harus semakin banyak tercucur, mata harus semakin sedikit terlelap,
semoga Allah memberkahi siapapun yang berjuang di jalanNya.. aamiin..

Selain itu, ketiga, hal lain yang ingin saya ungkapkan di sini. Pasca dua seri memoir saya tentang Dina saya terbitkan (memang kedua tulisan tersebut belum agak cukup untuk menunjukkan siapa Dina), seorang aktivis Muslimah Hizbut tahrir Indonesia yang juga ngefrend di FB tiba-tiba mengirim message/chat ke saya
"hei
Risna saya baca postingan blog kamu tentang bu Dina
Masalah kamu sepertinya kerangka berfikir
Kamu harus melepaskan label, gerenalisasi, dan menilai orang dari fakta yang zhahir saja.
kenapa kamu gak nanya langsung ke bu Dina saja tentang beliau.
Bu dina itu orangnya terbuka. Beliau pernah main ke DPP Muslimah HT untuk penelitian
dia ngoblol banyak dan secara pandangan politik banyak kesamaan walaupun dalam banyak hal lain dia gak setuju.
Syi'ah di Indonesia lebih banyak prasangkanya daripada faktanya.
Ada banyak aliran syi'ah dan kita gak bisa generalisasi."
Barangkali si Teteh itu tak membaca tuntas tulisan saya, apatah lagi membaca tulisan-tulisan Dina di blognya (???). Bahwa Dina tak pernah sedikitpun menaruh simpati pada Hizbut Tahrir. Untuk membuktikannya, silakan saja baca tulisan-tulisannya, tak pernah ada pujian untuk HT, apalagi untuk usaha-usahanya ideologisnya, bahkan justru secara tidak langsung mencacinya, membongkar aib-aibnya, lihat saja pada tulisannya yg memuat gambar MHT sedang berdemonstrasi di ….. soal gambar yang MHT muat di situsnya. Atau baca tulisan Ainur Rofiq yang secara sukarela dimuat Dina dalam Blognya yang menunjukkan bahwa Dina mendukung benar-benar gagasan Ainur Rofiq itu, bahwa HT bagi Dina termasuk dalam kategori takfiri (selain salafi wahabi) yang kekuatannya jika tidak dibendung akan mengancam keutuhan NKRI, tidakkah itu saja sudah jelas?

Then,

Allaahu a’lam bi sh-shawaab_

biarkan terbang

Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,