Friday, September 20, 2013

Dakwah Persis di Pelosok Sumatera (Sumsel, 4/7/13-29/7/13)*

Dakwah adalah entitas takterpisahkan dari Islam, sebab eksistensi risalah Allah di muka bumi amat bergantung padanya. Dakwah Islamiyah yang berlangsung sejak lebih dari 14 abad yang lalu –untuk mengingatkan manusia akan siapa dirinya, penciptanya, apa tujuan hidupnya, serta berbagai konsekuensinya-- itu masih akan terus berlangsung meski Islam sudah menjadi salah satu agama terbesar di dunia, sebab konfrontasi antara haqq dan bathil akan terus terjadi selama pancang bumi masih kokoh.

Di sisi lain, dakwah juga menjadi tanggungjawab sosial setiap muslim yang dapat berimplikasi pada terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang ideal, yaitu masyarakat madani, yang manusianya ta’at menjalankan kehendak Penciptanya. Bahkan menurut M. Natsir dakwah merupakan unsur terpenting dalam membangun sebuah peradaban. Kata Beliau dalam sambutannya terhadap buku terjemahan “Ilmu Da’wah” karya Dr. Abdul Karim Zaidan:
“Adalah suatu fakta sekarang ini, bahwa da’wah merupakan lapangan yang sangat penting dan utama sekali, baik dilihat dari pandangan agama maupun dari segi pertumbuhan bangsa yang sedang membangun. Makin banyak masyarakat membicarakan pembangunan makin terasa bagaimana ketergantungannya pada manusia, faktor insan yang amat menentukan, apakah akan berhasil ataukah tidak?, sekian baik rencana dan cukup matang pengolahannya namun bergantung pula pada manusia yang akan melaksanakannya, sedang manusia itu adalah untuk muthlak yang tidak dapat dinilai sekedar dari segi ratio dan tenaga saja, tetapi juga dari segi dlamir dan rohaninya. Dalam hal ini Agama Islam memberikan sumbangan yang amat berharga karena dia mengandung ajaran-ajaran yang diperlukan benar oleh bangsa yang sedang membangun. Islam cukup mempunyai manhaj, suatu cara membangun manusia yang akan melaksanakan pembangunan itu. Itulah tujuan da’wah!”[1]
Potensi dan Prospek Dakwah di Pelosok

Sementara itu, masih banyak bagian belahan bumi ini yang taktersentuh haqq tersebut secara utuh, yang mana hal itu terdapat pada tempat-tempat yang kemampuan berpikir manusianya masih rendah, mereka yang masih menomorsatukan syahwat di atas segalanya --syahwat perut; termasuk juga syahwat untuk mengagungkan sesuatu selain Allah. Persoalan yang bertolak dari aqidah ini juga menimpa sebagian ummat Islam di pelosok-pelosok. Yang demikian itu akibat terjadi ketimpangan antara kota besar dan pelosok dalam konteks peran para intelektualnya, takterkecuali intelektual muslim. Pelosok masih akan terus identik dengan “keterbelakangan” jika para intelektualnya hanya sibuk bermain “jalur atas”, di ranah politik praktis maupun ranah akademis yang terbatas. Intelektual lebih banyak berdialog dengan intelektual. Intelektual mendakwahi intelektual. Yang bukan intelektual takdapat masuk arena. Padahal efek bermain di jalur atas itu takterlalu signifikan.

Dakwah sendiri bermula dari diri yang memahami posisinya sebagai model (uswah hasanah), ia yang menerapkan nilai-nilai Islam dalam kediriannya kemudian menyadari bahwa manusia yang ada di sekelilingnya taksama sehingga memerlukan penanganan yang taksama pula.  Ia senantiasa berusaha agar sekelilingnya menerima dirinya sehingga mudah baginya mengilhamkan nilai-nilai Islam. Tanpa itu semua dakwah adalah kosong. Maka dakwah itu sejatinya takterbatas. Juga takterbatas di kota-kota besar, di kalangan yang terbatas, namun tersebar ke setiap pelosok. Ketika itulah Islam disebut rahmatan lil ‘aalamiin.

Pelosok sejak lama hingga kini sudah menjadi area ekspansi ajaran kristen yang potensial, sementara intelektual muslim justru abai. Kristen pandai melihat kelemahan yang mudah goyah karena persoalan “perut” dan persoalan ketidaksejahteraan lainnya, sementara intelektual muslim hanya sibuk mengurusi yang di atas. Padahal jika mau, dakwah di pelosok sesunguhnya lebih prospektif, pola pikir mereka yang demikian lebih mudah diarahkan.Yang dibutuhkan ummat saat ini adalah yang tindakan yang ‘kini’, yang realistis-praktis. Yang nyata, bukan tebaran wacana yang sekedar wacana. Menyeimbangkan antara peran konseptual dan praktis.

“Berhijrah” ke tempat terasing dengan orang-orangnya yang asing untuk melakukan perubahan memang perlu ‘nyali’ besar sehingga wajar saja jika tawaran seperti ini jarang diindahkan. Namun demikian, ini adalah agenda mendesak yang menuntut penanganan cepat, demi meminimalisasi, mengimbangi, bahkan melampaui agenda musuh Islam yang sudah sejak lama menjadikan pelosok sebagai area ekspansi ajaran mereka. Maka program yang merupakan salah satu pengejawantahan dari “langkah politik” Pemuda Persis[2] ini patut diapresiasi kemudian mendapat sokongan yang sebesar-besarnya dari berbagai kalangan muslim umumnya dan dari jam’iyyah khususnya. Berikut adalah yang terrangkum seputar program pembinaan di Sumsel selama Ramadhan terakhir (4-28 Juli 2013).

Catatan Tiga Hari Dua Malam di Belitang[3]

Program pengiriman da’i ke wilayah Sumsel oleh PP Pemuda Persis pada kesempatan Ramadhan lalu (3/7/13-29/8/13) memang bukan kali yang pertama. Sebelumnya Pemuda Persis pernah mengirim dua orang kadernya ke Kecamatan Belitang yang berpusat di Desa Tegalrejo, Kabupaten Oku Timur --sebuah daerah pelosok Sumsel berjarak tempuh sekitar 180 km dari kota Palembang, 5 jam perjalanan menggunakan kendaraan pribadi-- untuk membina masyarakat di sana. Program tersebut berhasil membuat masyarakat lebih tertarik dengan kegiatan keislaman. Sebuah pengajian rutin pekanan untuk masyarakat umum dan kegiatan belajar mengajar anak-anak di sebuah lembaga pendidikan formal yang baru dirintis sudah terselenggara dengan cukup baik walau dengan persiapan materiil yang masih ‘seadanya’.

Kecamatan Belitang mulanya adalah kawasan transmigrasi yang dihuni mayoritas penduduk peranakan jawa, tepatnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Orang yang baru pertama kali memasuki kawasan ini akan keheranan sebab ‘atmosfer’ yang terasa di sana adalah atmosfer Jawa bukan Sumatera. Bahasa sehari-hari yang mereka gunakan pun adalah bahasa jawa, medok. Maka takperlu begitu kuatir dengan kondisi sosiologis penduduknya. Mereka sangat familiar, terlebih jika sudah berhasil mengambil hati tokoh-tokoh masyarakatnya.

Belum diketahui sejak kapan mereka ber’hijrah’ ke kawasan ini. Yang pasti program pemerintah di Belitang sudah boleh dikatakan berhasil. Keberhasilannya nampak pada berbagai fasilitas umum yang cukup lengkap tersedia untuk memenuhi berbagai kebutuhan masyarakatnya. Walau terletak di pelosok yang hanya bisa diakses dengan satu jalur yang melalui ribuan hektar perkebunan karet, hutan, dan perkampungan tradisional. Meski pelosok, Belitang sudah memiliki lembaga-lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak hingga menengah atas baik swasta maupun negeri, beberapa pusat perbelanjaan, serta fasilitas kesehatan. Menurut Khomsin Hariyadi (28) –staf PW Persis Sumsel yang mudanya tinggal di kawasan ini--, dalam beberapa tahun terakhir bahkan Belitang sudah memiliki beberapa perguruan tinggi swasta.

Namun patut disayangkan perkembangan kawasan ini banyak diiringi geliat kristenisasi. Pembangungan yang mereka lakukan di sini cukup masif. Mereka sudah memiliki kawasan pendidikan terpadu bagi pelajar taman kanak-kanak hingga menengah atas dengan fasilitas lengkap sekelas BPK Penabur atau sekolah terpadu Santo Aloysius di komplek perumahan elit Batununggal Estate, Bandung. Masih di kawasan yang sama terdapat komplek peribadatan yang di dalamnya berdiri sebuah gereja besar dan tempat ritual misa. Bahkan selain itu sebuah rumah sakit besar juga tengah berdiri setengah jadi guna memberi pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat. Inilah nampaknya yang menjadi salah satu alasan terpenting mengapa Belitang menjadi objek pengiriman da’I oleh Pemuda Persis. Memang sungguh Ironis ketika mayoritas penduduknya beragama Islam, namun Kristen yang mampu lebih survive dengan prestasinya yang mencolok.

Sementara itu, ummat Islam di Belitang khususnya di Desa Tegalrejo baru hanya memiliki sebuah masjid jami’ yang, walau cukup besar, namun penampilannya taksebaik tempat peribadatan Kristen. Masjid yang sudah cukup tua ini yang menjadi basis pergerakan Islam bagi da’I yang dikirim Pemuda Persis. Letaknya dekat dengan kediaman tokoh masyarakat setempat, Nur, perempuan paruh baya yang sejak muda bersama suaminya merintis dakwah Islamiyah di sini. Selain itu ada pula sebuah masjid yang cukup baik secara fisik, namun ber-plang LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang eksklusif. Belitang juga memiliki sebuah pondok pesantren yang terletak di Desa Sidogede. Pondok bernama Nurussalaam yang menerapkan penguasaan bahasa ala PM Gontor ini letaknya terpencil jauh dari pemukiman masyarakat. Ia takbegitu memberi banyak pengaruh bagi masyarakat, juga belum cukup akomodatif terhadap upaya dakwah yang visioner di daerahnya sendiri, apalagi untuk mengimbangi kristenisasi.[4] Akan sangat baik bila da’I yang dikirim Pemuda Persis mampu memanfaatkannya sebagai objek sekaligus instrumen pergerakan.

Geliat kristen di Belitang yang cukup bebas itu sesungguhnya merupakan representasi dari keterbelakangan muslimnya sendiri. “Vitalitas” mereka begitu lemah. Belitang masih sepi dakwah Islam yang mampu mendongkrak cara berpikir mereka hingga mampu memosisikan diri sebagai manusia yang ‘berkedudukan’ (ahsan taqwiim) di manapun berada, terlebih di hadapan para musuhnya. Guna meminimalisasi keterbelakangan ini Nur berharap agar pembinaan pemikiran masyarakat oleh para intelektual muslim ini dilakukan secara serius (intensif) serta berkesinambungan (kontinyu), takmelepasnya sebelum memproduksi kader da’I baru yang sama-sama visioner agar dakwah Islam di Belitang senantiasa berkembang, taktimbul tenggelam, agar muslimnya benar-benar mengenal Islam serta siap menjalankan syariatnya.

Jika program pembinaan masyarakat ini dilakukan temporal (selama satu bulan atau satu tahun saja), maka di kemudian menjadi tantangan bagi jam’iyyah untuk membuat persiapan yang benar-benar matang, keimanan-keilmuan-kepemimpinan sumber daya manusianya, strateginya, sekaligus finansialnya. Program yang temporal ini pun niscaya menargetkan capaian minimal berupa keberhasilan memproduksi kader dengan loyalitas tinggi di daerah objek binaan yang siap meneruskan dakwah di sana hingga berkembang, agar kemudian nilai-nilai Islami benar-benar mengkristal dalam diri segenap masyarakatnya. Syukur-syukur bila jam'iyyah mempersiapkan da’I yang mau “berhijrah” mewakafkan dirinya untuk membangun masyarakat secara serius dan lebih terfokus.

Saat melakukan controlling dalam program pengiriman da’I ke-dua oleh PP Pemuda Persis, nampak semangat religiusitas masyarakat yang pernah berhasil dicapai pada program sebelumnya melesu. Kelesuan tersebut seiring kepulangan da’i/da’iyyah pertama ke tempat asalnya beberapa bulan yang lalu. Figuritas ini menjadi bukti bahwa internalisasi nilai-nilai Islam dalam pembinaan selama satu tahun pertama belum maksimal. Maka wajar apabila rutinitas pengajian melonggar karena lambat laun ditinggalkan, pun lembaga pendidikan formal untuk anak-anak yang pada angkatan pertama mampu menjaring jumlah peserta didik yang cukup banyak, pada tahun berikutnya takbegitu mendapat perhatian.

Sebuah stasiun TV swasta Indonesia TVOne pada Ramadhan terakhir menyajikan durasi khusus untuk tayangan yang meliput geliat dakwah di pelosok. Pengiriman da’I ke pelosok ternyata juga sudah lama menjadi program DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia). Acara bertajuk “Menggapai Ridho Allah” yang dipandu langsung oleh ketua DDII Ustadz Syuhada Bahri dari depan gedung Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) M. Natsir ini menayangkan liputan kader-kader yang mereka kirim ke tempat-tempat “jarang terjamah” untuk membumikan risalah Allah Swt. di sana. Problem objek dakwah yang mereka hadapi pun klise, kristenisasi atau penyakit takhayyul, bid’ah, dan khurafat. Para da’I tersebut dengan segenap kesungguhannya menjalankan agenda perubahan itu walau ujian sesulit apapun datang dari masyarakat yang mereka hadapi. Walhasil, mereka berhasil membangun sebuah peradaban kecil di sana.

Sebuah episode menayangkan kader DDII yang mulai menekuni misi mulia ini sejak muda, ia dikirim oleh DDII ke pelosok yang pengaruh Kristennya sangat kental walau muslim yang menjadi mayoritas. Di desa tersebut takada sekolah dasar negeri yang bisa menerima anak-anak muslim untuk belajar, jadi mereka terpaksa belajar di sebuah sekolah dasar Kristen dan menerima asupan-asupan doktrin mereka. Mereka pun sudah terbiasa bermain di halaman gereja karena takada lagi tempat bermain yang cukup baik. Namun berkat usaha keras da’I tersebut, didukung masyarakat setempat yang punya kepedulian terhadap Islam, serta dana dakwah yang DDII himpun dari ummat, kini di sana sudah dibangun sebuah masjid, sebuah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), serta sebuah pondok pesantren modern. Usaha keras dan serius dari da’i tersebut juga telah berhasil membangun ekonomi dan kehidupan masyarakat desanya yang dulunya terbelakang. Sebelumnya di desa ini takada listrik, air pun sulit.

Demikianlah, sekali lagi, dakwah adalah kerja bersama yang wajib hukumnya disokong oleh seluruh ummat Islam, ilmu, tenaga, juga hartanya, demi menghidupkan atmosfer ketuhanan di seantero jagat penyandang akal.
“Pelaksanaan pekerjaan dakwah yang khusus itu sendiri bisa diserahkan kepada suatu korps para ahli, tapi beban untuk menyelenggarakannya wajib dipikul oleh seluruh anggauta masyarakat Islam laki-laki dan wanita, dengan harta, tenaga dan fikiran, menurut kemampuannya masing-masing.”[5]

Palembang On Fire

Di atas merupakan gambaran global mengenai bagaimana medan dakwah di Kecamatan Belitang. Sementara yang seorang ditinggal, tiga lainnya kembali ke Kota Palembang pada sabtu (6/7/13) untuk melaksanakan agenda yang sama namun dengan segmentasi berbeda, yaitu pemuda dan mahasiswa.

Sebagaimana masyarakat kota, masyarakat Palembang memiliki pola interaksi yang juga begitu terbatas. Sifat mereka yang individualis takbegitu kondusif untuk melakukan kegiatan dengan segmentasi masyarakat umum, apalagi Palembang adalah sebuah kota --sebagaimana kota-kota besar lainnya-- dengan struktur yang begitu rumit, takseperti pelosok yang cakupannya lebih kecil. Maka segmentasi dakwah di Kota Palembang kemudian menjadi lebih terbatas kepada pemuda/mahasiswa yang mana peranannya strategis bagi menentukan masa depan.

Agenda dakwah di Kota Palembang yang tergambar cenderung bersifat akademis-formal membuat target perencanaan sekaligus capaian mudah dikalkulasikan, taksebagaimana agenda dakwah di Belitang yang just as it flows tergantung pola interaksi macam apa yang efektif dan intensif dilakukan dengan mereka. Maka di awal ditetapkanlah target perolehan jumlah calon kader pemuda dan mahasiswa sejumlah minimal 20 orang untuk dibina. Mereka kemudian akan dikukuhkan di akhir program untuk menempati posisi struktural Pemuda, Pemudi, Hima, dan Himi Persis yang pertama di wilayah Sumatera Selatan.

Materi pembinaan yang dipersiapkan untuk masyarakat akademis ini lebih konseptual, antara lain seputar tema-tema konsep diin, konsep ilmu dalam Islam, serta pengenalan konsep gerakan jam’iyyah Persis. Strategi yang digunakan memanfaatkan momen Ramadhan melalui kegiatan Ramadhan yang akan diselenggarakan atas kerja sama dengan komunitas mahasiswa yang ada di kampus-kampus di Kota Palembang. Di antara kampus yang menjadi sasaran kegiatan adalah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Universitas Sriwijaya, dan Universitas Muhammadiyyah Palembang. Jadi, kronologi rencana meliputi pemetaan medan kampus, mendekati individu dalam komunitasnya, memetakan pola pikirnya, menentukan strategi penaklukan, kendalikan sesuai keperluan, barulah kemudian internalisasi nilai-nilai yang sesuai dengan konsep jam’iyyah dapat dilakukan.

Hari ke-dua, jum’at (5/7/13) diadakan kunjungan ke Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah yang pertama untuk mendapatkan gambaran umum mengenai bagaimana kondisi mahasiswa di sana. Namun selama Ramadhan kampus tersebut benar-benar lengang, aktivitas-aktivitas mahasiswa pun takterlihat. Jika demikian, maka keadaan kampus lainnya takkan jauh berbeda. Rencana semula pun takterrealisasi.

Pada akhinya, pembinaan takdilakukan dalam kerangka kehidupan kampus dan suasana akademis melainkan –dibantu Khomsin Hariyadi (28) beserta isteri Desi Maulanasari (27) yang merupakan staf PW. Persis Sumsel—memanfaatkan komunitas-komunitas yang juga melibatkan pemuda dan mahasiswa. Maka pada kondisi seperti ini pemuda dan mahasiswa tersebut diundang ke kediaman Khomsin sebagai pusat kegiatan untuk disuguhi kajian keislaman dalam bingkai Pesantren Ramadhan. Meski demikian, cara seperti ini memang lebih efektif dan efisien, walau takkan sebergema event seminar atau workshop yang juga direncanakan sebelumnya.

Pada ahad pekan ke-dua (14/7) dan ke-empat (28/7), pembinaan dilakukan terhadap rekan-rekan liqo` Desi yang terdiri dari pemudi dan mahasiswi dari berbagai universitas di Palembang (umumnya berasal dari Universitas Sriwijaya) di kediamannya, Komp. Kembangdadar, Taman Bukit Siguntang dan dilanjutkan di Komp. Bakung Palace, Kenten. Materi yang dibahas meliputi fiqh ibadah dan masa`il-nya. Antusiasme peserta sangat baik, sebab soalan keislaman yang dikupas ‘agak dalam’ ini jarang mereka temui. Bahkan mereka berharap forum kajian keislaman seperti ini menjadi agenda rutin pekanan yang mampu mencerdaskan serta menjadi penopang keseharian spiritual mereka.

Sementara itu, target perolehan binaan untuk pemuda/Mahasiswa dibantu oleh Anggra Agustina (27) dan Mia (28) yang juga merupakan rekan dari Khomsin dan Desi. Pembinaan oleh Sandi Susandi terhadap sekitar lima orang mahasiswa Universitas Sriwijaya ini diselenggarakan setiap Rabu, sejak rabu ke-dua bulan Juli.

Pembinaan dengan segmentasi pemuda apalagi mahasiswa tentu lain dengan ketika menghadapi masyarakat pelosok. Jika masyarakat tradisional cenderung sumuhun dawuh sehingga tinggal diisi saja asalkan sudah mendapatkan simpati mereka, maka mahasiswa punya daya kritis, yang karenanya mesti diperlakukan sebagai seseorang yang berisi, tidak kosong. Apalagi pemenuhan undangan mereka terhadap pesantren ramadhan ini mencerminkan bahwa mereka mempunyai perhatian lebih terhadap persoalan keislaman. Jadi antusiasme ini harus dipertahankan dengan cara seperti itu. Maka format pembinaan kepada mereka lebih kepada diskusi yang interaktif, bukan ceramah. Ini penting untuk menjaga ketertarikan mereka terhadap forum ini, sebab secara psikologis seseorang tidak suka dianggap tidak tahu, apalagi mahasiswa.

Selain itu, kesempatan membagi ilmu Islam juga diberikan oleh sebuah lembaga bimbel terkemuka di Palembang, yakni BTA 07 Palembang atas lobi Anggra yang juga merupakan salah seorang staf pengajarnya. Pada dua pekan terakhir pihak BTA mengganti jam-jam mentoring umum menjadi mentoring khusus keislaman untuk setiap kelas dan setiap jenjang (SMA, SMP, SD). Mentoring keislaman ini terselenggara selama dua pekan terakhir sebanyak dua atau tiga kali tatap muka setiap harinya. Materi yang banyak dibahas meliputi materi-materi praktis seputar tata cara ibadah.

Akhirnya, mengenalkan Persis sebagaimana yang menjadi rencana semula memang taksemudah membalikkan tangan. Sebelumnya, orang-orang asing yang datang dari negeri asing harus memikirkan bagaimana agar pribumi dapat menerima mereka secara personal. Tentu proses ini pun takselalu mudah.

Antusiasme peserta kajian keislaman di atas sesungguhnya adalah modal penting bagi pengembangan sayap dakwah Persis di Palembang selanjutnya. Meski rencana terbentuknya sebuah Pimpinan Wilayah untuk empat organisasi otonom Persis secara administratif taktercapai, namun kegiatan ini menjadi batu loncatan yang akan mengantar pada tujuan semula. Atip Latifulhayat, SH, LLM, Phd. pada Buletin Gemar edisi-3 yang diterbitkan dalam rangka Muktamar Persis tahun 2009, dalam rubrik ‘Dialog Antar Generasi’ bahkan menuturkan bahwa Palembang adalah kota yang melahirkan pendiri Persis, kantor-kantor Viaduct yang kini dijadikan markas PP Persis pun merupakan wakaf dari orang Palembang. Maka jejak langkah Persis yang termasuk “pertama” di Palembang ini mesti dilanjutkan. Ke depan, forum studi Islam yang berfungsi sebagai basis kaderisasi muslim yang Islami di Palembang pun perlu dikembangkan.

Program pembinaan kepada pemuda dan mahasiswa sebagaimana rencana semula dapat dilakukan, dengan catatan memiliki “amunisi” yang cukup. Kondisi (pola pikir) mahasiswa di Palembang takkan jauh berbeda dengan mahasiswa di Bandung dengan akses IT saat ini yang takterbatas. Selain pembinaan secara langsung, “pemasaran” ide juga dapat dilakukan melalui tulisan, misal selebaran yang ditebar di tempat strategis di kampus-kampus, atau melalui dunia maya yang bisa lebih dialogis. Maka mengingat banyaknya pergerakan sosial revolusioner efektif yang bermula dari dunia maya, sejak pertengahan Ramadhan sudah dibuat grup di Facebook dengan nama “Forum Studi Islam Palembang” menggabungkan beberapa mahasiswa yang pernah mengikuti program Pesantren Ramadhan ke dalamnya. Namun karena beberapa hal grup tersebut belum dapat dikelola secara baik.

Sementara itu, pembinaan dengan segmentasi pemuda sekaligus masyarakat umum di Kota Palembang kemudian juga dapat dilakukan dengan mendekati pengurus Ikatan Remaja Masjid di masjid-masjid sekitar pemukiman warga misalnya agar lebih hidup dan makmur dengan menjadikannya pusat kegiatan Islam. Namun sekali lagi, agenda-agenda ini tentu takdapat dilakukan dengan strategi yang takmapan dan waktu yang instan.

Selain itu, PW Persis Sumatera Selatan kini memiliki sebuah gedung yang terletak di kawasan strategis pusat kota Palembang. Gedung yang dibangun di atas tanah wakaf dan pengerjaannya terhenti sejak lama ini nantinya akan menjadi basis gerakan dan pusat kegiatan PW Persis Sumsel beserta otonomnya. Bangunan tersebut terdiri dari tiga lokal membentuk leter-U, pada bagian tengahnya akan digunakan sebagai kantor administratif PW Sumsel, kedua sisi lainnya sebagai pusat kegiatan Persis Palembang dan gedung belajar, sebab rencanyanya akan dirintis sebuah lembaga pendidikan Persis pertama di Kota Palembang. Gedung satu lantai yang terletak di kawasan ramai penduduk ini di sebelahnya yang hook terdapat sebuah ruko kosong yang dapat dibeli atau disewa untuk keperluan membangun ekonomi jam’iyyah.[6]

Kediaman Khomsin di Komp. Kembangdadar Jl. Bukit Siguntang yang kosong pun rencananya akan dijadikan pusat kegiatan pengembangan pemuda secara keilmuan melalui kajian-kajian keislaman, juga secara finansial melalui pengembangan usaha yang akan dirintis bersama. Rumah ini diharapkan memberi pengaruh yang signifikan kepada sekitar.

Modal-modal yang sudah tersedia itu sayang bila takdiinvesatasikan. Jika pandai mengorganisasinya, maka dakwah Persis di Sumsel akan sangat prospektif. Kini tinggal menunggu follow up seperti apa yang sedang direncanakan jam’iyyah.

Wallaahu a’lam bi sh-shawaab_
الله يأخذ بأيدينا إلى ما فيه خير للإسلام و المسلمين



_________________________________________
* Esai ini merupakan laporan kegiatan yang disampaikan kepada PP Pemuda Persis untuk diteruskan ke PP Persis dengan sedikit perubahan.
[1] Dr. Abdul Karim Zaidan. Ilmu Da’wah (Jakarta: Penerbit Media Da’wah, 1983).
[2] http://pemudapersisjabar.wordpress.com/artikel/tiar-anwar-bachtiar/potensi-politik-ormas-dalam-sistem-kepolitikan-indonesia-modern-kasus-persis-dan-pemuda-persis/#_ftnref1
[3] Informasi seputar Belitang ini saya peroleh dari observasi secara langsung yang dilakukan selama tiga hari dua malam di Belitang. Sebagian besar didapat dari Khomsin yang pernah lama tinggal di kawasan ini, lainnya berdasarkan obrolan dengan beberapa tokoh masyarakat setempat. Sebagian data yang taktercantum lengkap akibat taktercatat dan kesulitan akses untuk mengonfirmasinya kembali.
[4] Kesimpulan ini saya ambil setelah mengobrol bersama beberapa santriwatinya.
[5] M. Natsir. Fiqhud Da’wah (Surakarta: Ramadhani, 1987) hal. 118
[6] Informasi ini hanya yang dapat dihimpun berdasarkan survey ke lokasi pada selasa (9/7/13). Saifurrahman, ketua umum PW Persis Sumatera Selatan ketika berusaha ditanyai lebih lanjut mengenai profil gedung ini melalui pesan singkat tidak memberikan respon. Karenanya data terkait yang disajikan di sini pun terbatas.

biarkan terbang

Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,