Friday, October 25, 2013

Counter Isu Pluralisme, Elemen Mahasiswa Unpad Gelar Bedah Buku “Pluralisme Agama: Telaah Kritis Cendekiawan Muslim.”


Untuk pertama kalinya INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations) ‘merambah’ satu lagi kampus besar di negeri ini, Universitas Padjadjaran. Bekerjasama dengan Hima-Himi Persis Unpad dan DKM al-Muslih Fakultas Ilmu Budaya Unpad, INSISTS pada sabtu (19/10) menggelar bedah buku yang baru saja diterbitkannya yaitu “Pluralisme Agama: Telaah Kritis Cendekiawan Muslim”.

Bedah buku ini merupakan yang kedua kalinya diselenggarakan atas kerja sama dengan elemen kampus. Sebelumnya, bedah buku ini diselenggarakan di Universitas Indonesia atas kerjasama dengan DISC (Depok Islamic Study Circle) Masjid Ukhuwwah Islamiyyah UI pada sepekan sebelum ini, Jum’at (11/10) di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Kini, bedah buku yang diselenggarakan di Aula Gedung B (Ruang B.303) FIB Unpad-Jatinangor sejak pukul 09.30 hingga pukul 11.30 WIB ini menyulut antusiasme puluhan mahasiswa yang datang dari beberapa perguruan tinggi di Bandung lainnya seperti UIN Sunan Gunung Djati dan STAI Persis Bandung.

Hadir sebagai pembicara Adnin Armas, M.A., direktur eksekutif INSISTS yang juga salah seorang penulis buku tersebut sekaligus penyunting keseluruhannya. Adnin juga seorang pakar filsafat Islam yang jebolan ISTAC-IIUM bidang pemikiran Islam (Islamic Thought) dengan Tesis berjudul Fakhruddin al-Razi on Time pada tahun 2003. Acara ini dipandu oleh Muhammad Dzikri –mahasiswa tingkat akhir Jurusan Sastra Jepang FIB Unpad, penyiar radio MQ FM—sebagai moderator.

Adnin membuka bedah bukunya dengan penjelasan bahwa buku tersebut merupakan kumpulan makalah terkait isu pluralisme agama yang sebelumnya pernah terbit dalam majalah ISLAMIA –sebuah jurnal yang menjadi wajah terdepan dakwah INSISTS. Karena jurnal yang terbit rutin setiap tiga kali dalam setahun ini sudah langka maka, tambah Adnin, timbul inisiatif untuk menerbitkannya kembali dalam format buku, mengingat ummat pun masih sangat membutuhkan pencerahan mengenai isu ini.

Buku ini terdiri dari tulisan-tulisan kritis para cendekiawan muslim yang mendalami bidang-bidangnya. Di antaranya, pada buku tersebut terdapat penjelasan historis dari mana dan dari siapa gagasan ini bermula, yang dijabarkan oleh Adnin dalam tulisan berjudul “Gagasan Fritjhof Schuon tengan Titik Temu Agama-agama” yang diletakkan di muka. Juga terdapat bantahan terhadap pandangan-pandangan para penggagas isu ini yang mana seringkali mencatut nama Ibn Arabi untuk mencari pembenaran-pembenaran dan justifikasi. Hal terkait secara lengkap dibahas oleh Mohd Sani Badron pada tulisan setelahnya. Sani Badron ini seorang cendekiawan asal Malaysia yang specialist Ibn Arabi. Beliau mendapat gelar akademik M.A dan Ph.D di bidang pemikiran Islam atas karya-karya yang juga membahas terkait Ibn Arabi, dalam tesis berjudul Ibn al-‘Arabi’s Conception of Religion dan disertasi berjudul Ibn al-‘Arabi on Divine Unity. Maka telaah kritis pada buku ini merupakan bantahan argumentatif dan sangat bisa dipertanggungjawabkan nilai keilmiahannya. Selain itu juga terdapat beberapa tulisan terkait apa yang seringkali membingungkan ummat, yakni konsep ahlul kitab, terkait ayat-ayat semisal al-Baqarah: 62 yang seringkali ditukil dan ditafsirkan sedemikian rupa untuk menjustifikasi bahwa al-Quran menghalalkan gagasan pluralisme.

Ada beberapa hal yang menurut Adnin mengalami penyesuaian dalam kumpulan makalah yang diterbitkan dalam format buku ini, di antaranya kata Adnin dalam pengantar buku ini “Mengangkat kembali kosa kata Bahasa Arab yang mulai dihilangkan sembari menghindari sebisanya berbagai ungkapan yang keingris-inggrisan,” misalnya mengubah istilah-istilah ‘absolut’ menjadi ‘mutlak’, ‘relatif’ menjadi ‘nisbi’, definisi menjadi ‘takrif’, atau istilah ‘terma’ menjadi istilah ‘istilah’, termasuk juga istilah ‘masehi’ yang diganti menjadi ‘Era Bersama’, karena makna ‘masehi’ mengandung unsur ‘ketuhanan’ dalam agama Kristen, sementara ‘Era Bersama’ punya makna yang lebih umum.

Selanjutnya, pada sesi pertanyaan, ketika menjawab pertanyaan salah seorang peserta Adnin menuturkan bahwa pemikiran destruktif ini sesungguhnya dapat dengan mudah kita kendalikan hanya dengan logika, membolak-balikkan logika. Dengan catatan, lanjutnya, logika kita terlatih. Contohnya mengenai relativisme. Seorang mahasiswa lalu bertanya terkait paham yang juga berakar dari filsafat perennial ini, katanya, seseorang pernah mengajukan premis bahwa “Jika Rasulullah saja menganjurkan untuk berempatik, mengapa tidak kita sebagai ummat Islam juga berempatik terhadap agama yang lain? itu artinya saat kita berinteraksi dengan mereka kita merasakan berada pada posisi mereka,” Jawab Adnin tegas: “Jawab saja, jika anda menawarkan kepada saya untuk berempatik, kenapa tidak anda dulu yang berempatik? Jika anda punya empatik itu, anda tak seharusnya memaksakan ide anda kepada saya, berusaha memengaruhi saya dengan gagasan anda!”. Demikianlah, Adnin emnyimpulkan bahwa toleransi bukanlah menyamakan perbedaan, melainkan membiarkan perbedaan, itulah empatik yang sebenarnya.

Berikutnya, dari beberapa interaksi bersama peserta bedah buku, diharapkan kemudian muncul karya-karya dengan tema serupa namun dalam genre berbeda sehingga mudah dicerna semua kalangan terlebih masyarakat awam. Mengingat justru nilai-nilai pluralisme ini sudah menjadi konsumsi publik sehari-hari yang digelontorkan penganutnya secara masif namun halus melalui media massa, tontonan-tontonan, drama, karya-karya sastra yang menyentuh kemanusiaan, dan lain-lain.

Adnin menutup bedah buku ini dengan ungkapan bahwa kita tidak boleh sekali-kali merasa cukup dengan ilmu yang kita miliki, yang kita pelajari di kampus, karena sejatinya setiap muslim memiliki tanggung jawab yang sama dalam hal bermu’amalah (kehidupan sosial), yakni dakwah. Adnin menyebut Adian Husaini yang menelurkan puluhan karya terkait perlawanan terhadap pemikiran Barat, padahal secara latar belakang akademik Beliau adalah seorang dokter hewan lulusan IPB. Juga dirinya yang berlatar belakang pendidikan filsafat namun menelurkan sebuah karya berharga seputar kajian kritis terhadap metodologi Bibel dalam studi al-Quran yang kini mulai marak dilakukan di perguruan tinggi – perguruan tinggi. Juga karya-karya cendikiawan muslim lainnya yang menunjukkan kegigihan jihad pena mereka.

Selanjutnya, komunitas mahasiswa Islam di Unpad dan Insists sama-sama berharap di kemudian terjalin kerjasama yang lebih erat dalam dakwah ini, mengingat masyarakat akademis merupakan agen utama perubahan, sebagaimana konsep-konsep ishlah yang dirumuskan pemikir Islam kontemporer SMN al-Attas.
Wallaahu a’lam bi sh-shawaab_

(Rep: Risna Inayah)

biarkan terbang

Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,