Tuesday, September 3, 2013

Benih Nasionalisme, Sebuah Sintesis Sayah :D

Saya tiba-tiba berpikir...

Mungkin, dulunya benih-benih 'nasionalisme' (atau apalah namanya) itu muncul dari sebuah tuntutan untuk act locally (you surely know this phrase "Think Globally Act Locally" which means "Berpikirlah secara global, bertindaklah secara lokal.")

(Tuntutan untuk act locally ini pun sebenarnya sejalan dengan prinsip mu'amalah yang diajarkan dalam Islam. Prinsip mu'amalah dalam Islam mengutamakan kerabat ketimbang orang jauh. Dalil tentang ini pun sangat banyak kita temui)

Yang membuatnya menjadi sebuah isme (ideologi) --yang oleh sebagian orang ditempatkan dalam posisi sebuah 'keyakinan' yang harus mengorbankan diri karenanya; yang karenanya juga sebagian lainnya menentangnya karena berani-berani berusaha mencoba menyejajari otoritas tuhan dengan ideologi buatan manusia yang mesti dikuduskan-- adalah kecintaan yang 'berlebihan', takberalasan, dan konyol.

Bagaimana tidak disebut takberalasan dan konyol? Adalah na'if bila seseorang dituntut untuk mengorbankan diri demi bangsa, takjelas apa atau siapa yang harus dibela --nama bangsanya kah; pemerintahnya kah; atau rakyatnya --yang tentu dalam memilih mana yang kudu dibela menurut Islam pun harus pilih-pilih.

Karena ketakjelasan itu maka tak jelas pula apa manfaatnya; apa yang bisa kita terima dari pengorbanan itu --apakah kecintaan dan pengorbanan itu dapat menyelamatkan kita di kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang atau tidak? Betapa tidak dikatakan konyol berkorban mati-matian untuk sebuah ketakjelasan. Malah justru berusaha menyejajari otoritas Tuhan dengan sesuatu yang tidak memiliki otoritas adalah kebodohan dan kekonyolan terbesar yang dalam Islam menjadi kesalahan besar dan mampu mengategorikan pelakunya sebagai pelaku dosa teratas.

Kita pun tahu dari sirah bahwa betapa kaum muhajirin (termasuk Rasulullah Saw.) dulu begitu merindukan Makkah alMukarramah tanah kelahiran mereka, dan menangis terharu kegirangan ketika futuh Makkah mengantarkan mereka kembali ke sana.

Namun cinta ini tentu bukan cinta yang mengarahkan para pecintanya untuk memberhalakannya sehingga menomorsatukannya di atas segalanya.

Tentu rasa mencintai sesuatu karena telah lama membersamai kita itu sebuah kodrat. Terlebih Makkah bagi Muhajiriin adalah kenangan paling berkesan yang ditinggalkan para punggawa risalah Allah sejak dulu, sejak Allah mengutus NabiNya Ibrahim As.


'alaa kulli haal, itulah mengapa sifat ghuluw/ishraf (berlebihan) itu dicela dalam Islam. Karena ia dapat seketika mendekatkan para pelakunya kepada dosa teratas yang dapat membuat Empunya otoritas tertinggi -Allah Swt. murka.

wallaahu a'lamu bish-shawaab_

biarkan terbang

Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,