Sebetulnya orang Indonesia jaman sekarang itu mudah saja kalau mau faham al-Quran.....
(Orang luar biasa adalah orang yang mampu berakselerasi di luar kebiasaan. Jika orang lain dalam setiap harinya biasa(nya) hanya membaca al-Quran (itupun tuntutan mutaba’ah dari si teteh), kita bisa berinteraksi dengannya di luar/lebih dari itu. Memerhatikan tiap kalimatnya lebih dekat, mencoba menganalisanya lebih dalam.
كن عالما أو متعلما أو مستمعا أو محبا و لا تكن خامسا فتهلك :: من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله به طريقا إلى الجنة (رواه مسلم) :: العلم صيد و الكتابة قيده، قيد صيودك بالحبال الواثق
Thursday, November 21, 2013
Shalat dan Baca Quran di Luar Kebiasaan
Monday, November 11, 2013
the impressions
cukup banyak mahasiswa Malaysia yang kuliah di Unpad, entah berapa persentasenya, utamanya di Fak. Kedokteran. dulu, setiap pagi, pagi sekali sebelum angkot berjejer di gerbang lama, kami senantiasa susul menyusul berjalan dari gerbang lama -menuju fakultas-, lalu berpisah di perempatan bawah tanjakan cinta.
tapi tak pernah ada tegur sapa di sana. masing-masing hanya memburu kuliah. berjalan, menatap lurus ke depan atau tertunduk fokus ke bawah, entah sedang mencari semut, entah menghitung paving blok trotoar. saya sering sengaja mendahului mereka yang terlihat sngat kompak dengan seragam kurung bunga-bunganya itu.
entah, seperti ada dinding cukup tinggi yang menyekati saya (kami) untuk membina hubungan dengan mereka. sebabnya, katanya, terjadi diskriminasi pelayanan pendidikan oleh kampus lah, termasuk yang ramai diberitakan di media-media soal pencaplokan, pengklaiman, dll yang menurut Dato' Sahlan tadi itu justru akibat ulah "orang luar" yang tak suka terhadap hubungan rekat Indo-Malay.
dalam 4 tahun, cuma seorang saja dari mereka yang berhasil sy ajak berkenalan. agak lama kami berbincang berusaha mengenal satu sama lain. tapi, suatu saat bertemu ia sudah tak ingat lagi sy (hehe)
tp, dlm dua hari saja, kedekatan kami sudah begini rupa, kegiatan luar biasa ini mengubah pandangan saya terhadap mereka, samasekali. mereka, seperti saudara sedarah, bertemu bertukar pikir pun layaknya dengan sahabat dekat. mereka begitu sama (dengan kita). hanya bahasa. tapi itu justru membawa kami pada kerekatan.
alhamdulillah kami dipertemukanNya di sini. silaturahim pun silatulfikr semoga terjalin smakin erat dalam 4 hari mendatang.
semoga semakin banyak jg 'ibrah & hikmah yang bisa diserap untuk kemudian dapat bermanfaat, sebagaimana yang menjadi cita-cita bersama penduduk alam Melayu. ^^
tapi tak pernah ada tegur sapa di sana. masing-masing hanya memburu kuliah. berjalan, menatap lurus ke depan atau tertunduk fokus ke bawah, entah sedang mencari semut, entah menghitung paving blok trotoar. saya sering sengaja mendahului mereka yang terlihat sngat kompak dengan seragam kurung bunga-bunganya itu.
entah, seperti ada dinding cukup tinggi yang menyekati saya (kami) untuk membina hubungan dengan mereka. sebabnya, katanya, terjadi diskriminasi pelayanan pendidikan oleh kampus lah, termasuk yang ramai diberitakan di media-media soal pencaplokan, pengklaiman, dll yang menurut Dato' Sahlan tadi itu justru akibat ulah "orang luar" yang tak suka terhadap hubungan rekat Indo-Malay.
dalam 4 tahun, cuma seorang saja dari mereka yang berhasil sy ajak berkenalan. agak lama kami berbincang berusaha mengenal satu sama lain. tapi, suatu saat bertemu ia sudah tak ingat lagi sy (hehe)
tp, dlm dua hari saja, kedekatan kami sudah begini rupa, kegiatan luar biasa ini mengubah pandangan saya terhadap mereka, samasekali. mereka, seperti saudara sedarah, bertemu bertukar pikir pun layaknya dengan sahabat dekat. mereka begitu sama (dengan kita). hanya bahasa. tapi itu justru membawa kami pada kerekatan.
alhamdulillah kami dipertemukanNya di sini. silaturahim pun silatulfikr semoga terjalin smakin erat dalam 4 hari mendatang.
semoga semakin banyak jg 'ibrah & hikmah yang bisa diserap untuk kemudian dapat bermanfaat, sebagaimana yang menjadi cita-cita bersama penduduk alam Melayu. ^^
Menuju Bogor
Lamanya belasan tahun. Waktu itu karcis KRD-ekonomi masih seribuan, dari stasiun Haurpugur ke stasiun Kircon, atau dr st. Kircon k st. Haurpugur. Bapa slalu nekat loncat sambil menggendong kami di sebelah kiri & kanannya saat kreta masih melaju kencang, agar mndapat akses yg lbh mudah menuju sekolah kami, memburu waktu agar kami tdk kesiangan. St. Haurpugur memang stasiun kecil & tua, tp sana tempat kami menuju, sana kami menunggu, sana kami berharap cemas, sana jg kami tersenyum ketika senja yang bermega mengizinkan jutaan capung bermain2 brsma kami, atau ktika memasuki gelap kami trtawa2 brsama jutaan 'siraru' yg mengerubungi neon2 di atas kepala kami yg sdg menunggu kreta, sayap2nya lepas, kami hentakkannya dgn sepatu kami hingga beterbangan ke sana kemari. Kreta pun tak terasa datang. kami segera tersenyum lebih lebar krna hendak brtemu Mbu & adik2 kami d kota sana.
d kreta, kami brdesakan. wlau bgt kami slalu trharu ktika Ibu2 d sana mnawarkan lututnya spya kmi tak kelelahan brdiri. Smbil duduk d ats lutut ibu baik hati itu kami memerhatikan Bapa yg menggantungkan tangannya di temali atap kreta smbil trkntuk2.
Ad yg brjualan pulpen duaribu lima, ad jg yg brjualan boneka2 mini dr kain2 perca seribulimaratusan, pnjualnya menggeser2 karung besarnya dr satu calon pmbeli k clon pmbeli lain sampai berlalu brkali2 d hdpan kami spnjng prjlnan, ohya yg paling brkesan adlh penjual "enoog parinang enooog..." bgtu jargonY ktika mnjajakan jualannya.
tak kalah berkesan adlah terowongan. ia yg paling kami tnggu, wlau paling kami takuti. KRD-ekonomi memang gelap, ktika memasuki trwongan kami serasa menghilang, wlau msh bisa mrasakan tnggorokan sndri brgetar krna menjerit. jeritan yg bersahutan antara kami & anak2 lainnya d gerbong itu.
sampailah d kircon. tak lengkap rasanya klau tak mmbwa buah tngan utk Mbu & adik2. Waktu itu 'sagebleg' martabak spesial yg 'lunyu' & leker masih limaribuan. Kita naik becak dr situ mnju sekelimus. Sesampainya, sisa tenaga kami gunakan utk mkan martabak itu keroyokan..
^^"
kereta ini berbeda. Ada asenya. Tempat duduknya jg empuk. D depan belakang ada elsidi. Sy pun bisa ngecas hape sambil ngetaip & sesekali melirik k jndela d sblah kiri.
takada sensasi yg trlalu berarti ktika mmasuki terowongan, krna chaya d kreta ini maksimal, sy pun mnempelkan wajah k kaca jndela, menutupi celah2nya dgn tangan agar dpt menemukan gelap itu lg,
sy jd ingat waktu itu.
Terowongan yang cukup panjang. Tp akhirnya berakhir juga. Tatapan diminta brpaling k arah timur, di sana ad cahaya yg lembut hangat mengintip di sebalik tebing. Subhaanallah___
d kreta, kami brdesakan. wlau bgt kami slalu trharu ktika Ibu2 d sana mnawarkan lututnya spya kmi tak kelelahan brdiri. Smbil duduk d ats lutut ibu baik hati itu kami memerhatikan Bapa yg menggantungkan tangannya di temali atap kreta smbil trkntuk2.
Ad yg brjualan pulpen duaribu lima, ad jg yg brjualan boneka2 mini dr kain2 perca seribulimaratusan, pnjualnya menggeser2 karung besarnya dr satu calon pmbeli k clon pmbeli lain sampai berlalu brkali2 d hdpan kami spnjng prjlnan, ohya yg paling brkesan adlh penjual "enoog parinang enooog..." bgtu jargonY ktika mnjajakan jualannya.
tak kalah berkesan adlah terowongan. ia yg paling kami tnggu, wlau paling kami takuti. KRD-ekonomi memang gelap, ktika memasuki trwongan kami serasa menghilang, wlau msh bisa mrasakan tnggorokan sndri brgetar krna menjerit. jeritan yg bersahutan antara kami & anak2 lainnya d gerbong itu.
sampailah d kircon. tak lengkap rasanya klau tak mmbwa buah tngan utk Mbu & adik2. Waktu itu 'sagebleg' martabak spesial yg 'lunyu' & leker masih limaribuan. Kita naik becak dr situ mnju sekelimus. Sesampainya, sisa tenaga kami gunakan utk mkan martabak itu keroyokan..
^^"
kereta ini berbeda. Ada asenya. Tempat duduknya jg empuk. D depan belakang ada elsidi. Sy pun bisa ngecas hape sambil ngetaip & sesekali melirik k jndela d sblah kiri.
takada sensasi yg trlalu berarti ktika mmasuki terowongan, krna chaya d kreta ini maksimal, sy pun mnempelkan wajah k kaca jndela, menutupi celah2nya dgn tangan agar dpt menemukan gelap itu lg,
sy jd ingat waktu itu.
Terowongan yang cukup panjang. Tp akhirnya berakhir juga. Tatapan diminta brpaling k arah timur, di sana ad cahaya yg lembut hangat mengintip di sebalik tebing. Subhaanallah___
Lirik Gemuruh - Faizal Tahir
Lirik Gemuruh - Faizal Tahir
Pasca penutupan workshop Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia selama 7 hari 6 malam di beberapa kawasan di kota Bogor, lagu ini menjadi bulan-bulanan peserta yang diputar berkali-kali, dibuat status berkali-kali, pasalnya lagu ini mampu menjadi penutup yang manis. Diputar mengiringi video berdurasi 18 detik 56 detik berisi memori kedekatan serumpun Malindo............
________________________
Bila bertalu rentak di kalbu
Hasrat yang tersirat semakin ku buru
Bila bergema laungan gempita
Harapan bernyala nadiku berganda
Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa
Bila bertalu rentak di kalbu
Hasrat yang tersirat semakin ku buru
Bila bergema laungan gempita
Harapan bernyala nadiku berganda
Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa
Ungkapan ini bukan sekadar bermimpi
Segalanya pastikan terbukti nanti
Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa
Pasca penutupan workshop Kepemimpinan Muslim Muda Indonesia-Malaysia selama 7 hari 6 malam di beberapa kawasan di kota Bogor, lagu ini menjadi bulan-bulanan peserta yang diputar berkali-kali, dibuat status berkali-kali, pasalnya lagu ini mampu menjadi penutup yang manis. Diputar mengiringi video berdurasi 18 detik 56 detik berisi memori kedekatan serumpun Malindo............
________________________
Bila bertalu rentak di kalbu
Hasrat yang tersirat semakin ku buru
Bila bergema laungan gempita
Harapan bernyala nadiku berganda
Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa
Bila bertalu rentak di kalbu
Hasrat yang tersirat semakin ku buru
Bila bergema laungan gempita
Harapan bernyala nadiku berganda
Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa
Ungkapan ini bukan sekadar bermimpi
Segalanya pastikan terbukti nanti
Gemuruh jiwa semangat membara
Dari puncak ingin ke angkasa
Berkalungkan bintang berkelipan
Menyerlah jauh dari yang biasa
dengar di sini_
Where are we going???
(Saya tulis ketika mengunjungi grup FB Keluarga Akademisi Persis Unpad. Sengaja grup tersebut saya tampangi gambar jalan di tengah hutan)
krik. krik.. krik... krik....
masih,
suara jangkrik yang mendominasi di antara rimbun dedaunan yang bergesekan satu sama lain
di sana gelap
karena ia jarang dijamah manusia
entah kenapa
padahal sebuah jalan sudah dibangun beberapa tahun lalu
untuk membelah hutan tersebut.
maksudnya,
agar ada yang mau membuat peradaban di seberang hutan sana.
tahukah?
di sana,
ada mentari yang jika terbit alangkah indahnya.
ada embun yang masih setia menggelayuti setiap serat tetumbuhan.
ada cekungan yang sedia menampung aliran embun itu jika terjatuh,
agar cinta bisa dibagi ke semesta,
menumbuhkan senarai elok berwarna warni,
penyegar mata
dan kalbu.
tapi hanya
krik.. krik... krik....
dan sesekali suara gagak
yang seram
krik. krik.. krik... krik....
masih,
suara jangkrik yang mendominasi di antara rimbun dedaunan yang bergesekan satu sama lain
di sana gelap
karena ia jarang dijamah manusia
entah kenapa
padahal sebuah jalan sudah dibangun beberapa tahun lalu
untuk membelah hutan tersebut.
maksudnya,
agar ada yang mau membuat peradaban di seberang hutan sana.
tahukah?
di sana,
ada mentari yang jika terbit alangkah indahnya.
ada embun yang masih setia menggelayuti setiap serat tetumbuhan.
ada cekungan yang sedia menampung aliran embun itu jika terjatuh,
agar cinta bisa dibagi ke semesta,
menumbuhkan senarai elok berwarna warni,
penyegar mata
dan kalbu.
tapi hanya
krik.. krik... krik....
dan sesekali suara gagak
yang seram
kategori tulisan:
belajar nyastra,
curcol,
jam'iyyah,
Persis
Siapa Dina Y. Sulaeman?? (4)
Ini komentar Dina Sulaeman terhadap catatan saya beberapa waktu yang lalu, cek di sini, Dina menuduh saya memfitnahnya tanpa mau bertabayun kepada saya, bahkan malah saya diblok dari friendlistnya di facebook.
Tapi, usut punya usut, ini ternyata memang kebiasaannya, ia tak segan akan memblokir seseorang dalam friendlistnya di FB jika tak sepaham dengannya (menyatakan ketidaksepahamannya). Sebab ini pun pernah terjadi pada beberapa teman saya lainnya. Seorang di antaranya adalah bu Erma. Saya masih ingat, ketika itu, sebelum saya berteman dengan Dina Y. Sulaeman di facebook (apa setelah berteman sebentar ya? saya lupa, pokoknya gitu deh) Bu Erma pernah mengeluhkan dirinya diblock Dina dari friendlistnya hanya karena tak sepaham pandang soal konflik Suriah. Jika Bu Erma ‘secara kebetulan’ sepandang dengan media mainstream barat (begitu juga media-media Islam Indonesia lainnya), Dina ‘tetap konsisten’ menunjukkan ketakberpihakannya pada Israel, dan tentu sejurus dengan itu Dina mengambil sikap ‘anti barat’ dan ‘anti media barat’. Dina dalam berbagai tulisannya mengampanyekan bahwa (apa yang disebutnya sebagai) konflik antarmadzhab (antarmadzhab yee :P) sengaja secara kompak diblow-up oleh media mainstream Barat ‘didukung’ oleh media mainstream Islam Indonesia itu untuk mengalihkan perhatian dari konflik sebenarnya, yaitu konflik Israel-Palestina. ooyeeaaaahh!!!
____________
Ohya, Dina memang seharusnya tak terusik tak bergeming ketika ada tulisan yang mencoba menyerangnya, Ia seorang publik figur kontroversial, tentu hal biasa baginya. Merasa terusik seperti itu hanya akan menunjukkan kelemahannya. Tapi sepertinya Dina menuruti saran saya itu, sebab ia tak pernah lagi membahasnya. :P
Tapi, btw, untuk apa pula saya masih saja membahas Dina Y. Sulaeman?
Soal bahasa Persia, sejak pertama menerima beasiswa studi di Iran, Dina barang tentu sudah mempelajarinya. Sebab tak mungkin sekolah di luar negeri tanpa menguasai bahasa setempat. Ini juga ditonjolkan Dina dalam beberapa tulisan terakhirnya ketika menceritakan soal penelitian filologi suaminya. Otong berdiskusi dengan seorang Rektor Univ. Ferdowsi terkait naskah-naskah kuno ketika berusaha menjelaskan apa itu arti filologi dalam bahasa Persia. Katanya, orang Iran tak mengerti apa itu filologi karena memang akademisi Iran tak menemukan kesulitan yang berarti ketika membaca naskah-naskah kuno tersebut, jadi tak perlu memelajari ilmu-ilmu khusus seperti itu. Hal ini lain dengan di Indonesia, yang bahkan menurut filolog Titin Nurhayati Makmun pun penelitian terhadap naskah-naskah kuno yang penting ini masih teramat minim, hanya dapat dihitung jari. Huh, apatah lagi kalau semua orang Indonesia bisa mengakses (baca: memahaminya), malahan ia dikeramatkan oleh sebagian orang karena dianggap suci.
Kedua, Dina Suleman yang beberapa bulan yang lalu masih mengurusi administrasi untuk melanjutkan studi doktoralnya di HI Unpad, kini sudah pede memajang namanya dengan embel-embel “Mahasiswa Program Doktor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Peneliti Global Future Institute” di setiap tulisannya. Nampaknya memang, ia serius, bahkan sangat serius dengan studinya, sangat kompak dengan suaminya.
Saya jadi tambah galau (walau skripsi saya belum kunjung selesai), studi apa ya yang selanjutnya mau saya ambil? Budaya, Linguistik, atau filologi?
Alternatif terakhir ini baru saya tertariki setelah membaca beragam buku terkait hermeneutika dan usaha pengaplikasiannya dalam studi al-Quran, juga buku-buku terkait sejarah melayu-Indonesia, terutama buku Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu Prof al-Attas, juga makalah Titin Nurhayati Makmun terkait studi naskah keagaamaan di nusantara yang ternyata di nusantara (baca: Melayu) ini khazanah budaya dan intelektual keIslaman teramat melimpah, sementara studi terhadapnya sangat minim. Ditambah keseriusan Otong Sulaeman yang bikin saya mendidih, pasalnya, koq saya nggak serius sejak awal????!!!!! Saya baru sadar kalau ternyata kuliah di jurusan sastra Arab itu beeeeerrrrraattt sekali. Maka saya pernah mempertanyakan, mengapa Unpad tak membuka fakultas khusus soal Oriental dan Islamic Studies?? Bahan kajiannya itu luas banget broo!! Nggak kuat!!
Alaa kulli haal, ini barangkali patut kita jadikan renungan dan pelajaran, bahwa dalam kompetisi antara haqq dan bathil ini kita tak semestinya membuang-buang waktu untuk hal-hal tak berfaidah. Dina dan keluarganya ini tentunya cukup untuk dijadikan inspirasi, bahwa kita harus semakin keras berusaha. Peluh harus semakin banyak tercucur, mata harus semakin sedikit terlelap,
____________
Ohya, Dina memang seharusnya tak terusik tak bergeming ketika ada tulisan yang mencoba menyerangnya, Ia seorang publik figur kontroversial, tentu hal biasa baginya. Merasa terusik seperti itu hanya akan menunjukkan kelemahannya. Tapi sepertinya Dina menuruti saran saya itu, sebab ia tak pernah lagi membahasnya. :P
Tapi, btw, untuk apa pula saya masih saja membahas Dina Y. Sulaeman?
Cukupi saja lah, apa anda tak takut dengan ancaman konsekuensi ‘mengghibah’ dan ‘memfitnah’ sebagaimana hadits yang oleh Dina kutip dalam komentarnya terhadap tulisan anda tempo lalu??
Oh no, this is not a part of ‘me’. Saya hanya sekadar merenung tentang beberapa hal yang bertubrukkan dalam otak saya lalu saya curhatkan di sini. Semoga dengan begitu keterpusingan saya bisa terobati. Bukan begitu, saya hanya merasa bersedih karena kecewa didepak olehnya dari friendlistnya, padahal saya ngefans. Tapi, tidak tidak, bukan begitu, saya hanya kecewa karena Dina yang baik hati ternyata bersekongkol dengan mereka untuk mengecewakan saya.
Ya, Dina menelanjangi media Islam mainstream untuk menunjukkan seolah ia seorang jurnalis yang adil. Namun ia adil hanya tatkala menyerang sunni. Di kemanakan fakta-fakta kekejian Bashar al-Asad yang banyak itu? tak pernah ia sebut. Begitukah jurnalis yang adil?
Ssttt…. Sudah lah, jangan bersedih…. Coba simak dulu di bawah ini, lalu kamu bisa melanjutkan kesedihanmu. Hiks hiks..
Di jumlah total pembaca ke-2000an tulisan sederhana saya soal siapa Dina Y. Sulaeman, Ada beberapa perkembangan informasi terkaitnya yang perlu saya catat di sini. Pertama, Otong Sulaeman, suami dari Dina Sulaeman yang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di Filologi FIB Unpad yang prodi tersebut diketuai oleh dosen pembimbing skirpsi saya Prof. syarif Hidayat (panjang juga keterangannya, maaf ya kalau gak bisa nafas dulu bacanya) kini sedang melakukan penelitian filologi penting di Iran. Dina ikut dalam penelitian tersebut bersama suaminya ke Iran.
Dari situ saya tahu, Dina, mahasiswi teladan pertama se-fakultas sastra & teladan kedua se-Universitas pada masanya ini memang sangat berprestasi. Ini saya ketahui dari tulisannya yang berjudul Pentingnya Sejarah yang menceritakan sekelumit pengalamannya dan suaminya saat melakukan penelitian itu di Iran beberapa waktu yang lalu. Dina dan suaminya selain pandai berbahasa Inggris dan Arab, juga bahasa Persia, lisan maupun tulisan.
Dina dalam berbagai tulisannya memang kerap membuat terjemahan dari bahasa Inggris maupun Arab. Terjemahan itu selalu mengikutkan link tulisan aslinya, meski tak yakin juga apa para pembacanya suka mengakses link tersebut atau tidak. Terjemahannya sangat baik, mengalir, enak dibaca, dan mudah dicerna, seolah bukan terjemahan.
Ssttt…. Sudah lah, jangan bersedih…. Coba simak dulu di bawah ini, lalu kamu bisa melanjutkan kesedihanmu. Hiks hiks..
Di jumlah total pembaca ke-2000an tulisan sederhana saya soal siapa Dina Y. Sulaeman, Ada beberapa perkembangan informasi terkaitnya yang perlu saya catat di sini. Pertama, Otong Sulaeman, suami dari Dina Sulaeman yang sedang menempuh pendidikan doktoralnya di Filologi FIB Unpad yang prodi tersebut diketuai oleh dosen pembimbing skirpsi saya Prof. syarif Hidayat (panjang juga keterangannya, maaf ya kalau gak bisa nafas dulu bacanya) kini sedang melakukan penelitian filologi penting di Iran. Dina ikut dalam penelitian tersebut bersama suaminya ke Iran.
Dari situ saya tahu, Dina, mahasiswi teladan pertama se-fakultas sastra & teladan kedua se-Universitas pada masanya ini memang sangat berprestasi. Ini saya ketahui dari tulisannya yang berjudul Pentingnya Sejarah yang menceritakan sekelumit pengalamannya dan suaminya saat melakukan penelitian itu di Iran beberapa waktu yang lalu. Dina dan suaminya selain pandai berbahasa Inggris dan Arab, juga bahasa Persia, lisan maupun tulisan.
Dina dalam berbagai tulisannya memang kerap membuat terjemahan dari bahasa Inggris maupun Arab. Terjemahan itu selalu mengikutkan link tulisan aslinya, meski tak yakin juga apa para pembacanya suka mengakses link tersebut atau tidak. Terjemahannya sangat baik, mengalir, enak dibaca, dan mudah dicerna, seolah bukan terjemahan.
Soal bahasa Persia, sejak pertama menerima beasiswa studi di Iran, Dina barang tentu sudah mempelajarinya. Sebab tak mungkin sekolah di luar negeri tanpa menguasai bahasa setempat. Ini juga ditonjolkan Dina dalam beberapa tulisan terakhirnya ketika menceritakan soal penelitian filologi suaminya. Otong berdiskusi dengan seorang Rektor Univ. Ferdowsi terkait naskah-naskah kuno ketika berusaha menjelaskan apa itu arti filologi dalam bahasa Persia. Katanya, orang Iran tak mengerti apa itu filologi karena memang akademisi Iran tak menemukan kesulitan yang berarti ketika membaca naskah-naskah kuno tersebut, jadi tak perlu memelajari ilmu-ilmu khusus seperti itu. Hal ini lain dengan di Indonesia, yang bahkan menurut filolog Titin Nurhayati Makmun pun penelitian terhadap naskah-naskah kuno yang penting ini masih teramat minim, hanya dapat dihitung jari. Huh, apatah lagi kalau semua orang Indonesia bisa mengakses (baca: memahaminya), malahan ia dikeramatkan oleh sebagian orang karena dianggap suci.
Kedua, Dina Suleman yang beberapa bulan yang lalu masih mengurusi administrasi untuk melanjutkan studi doktoralnya di HI Unpad, kini sudah pede memajang namanya dengan embel-embel “Mahasiswa Program Doktor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Peneliti Global Future Institute” di setiap tulisannya. Nampaknya memang, ia serius, bahkan sangat serius dengan studinya, sangat kompak dengan suaminya.
Saya jadi tambah galau (walau skripsi saya belum kunjung selesai), studi apa ya yang selanjutnya mau saya ambil? Budaya, Linguistik, atau filologi?
Alternatif terakhir ini baru saya tertariki setelah membaca beragam buku terkait hermeneutika dan usaha pengaplikasiannya dalam studi al-Quran, juga buku-buku terkait sejarah melayu-Indonesia, terutama buku Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu Prof al-Attas, juga makalah Titin Nurhayati Makmun terkait studi naskah keagaamaan di nusantara yang ternyata di nusantara (baca: Melayu) ini khazanah budaya dan intelektual keIslaman teramat melimpah, sementara studi terhadapnya sangat minim. Ditambah keseriusan Otong Sulaeman yang bikin saya mendidih, pasalnya, koq saya nggak serius sejak awal????!!!!! Saya baru sadar kalau ternyata kuliah di jurusan sastra Arab itu beeeeerrrrraattt sekali. Maka saya pernah mempertanyakan, mengapa Unpad tak membuka fakultas khusus soal Oriental dan Islamic Studies?? Bahan kajiannya itu luas banget broo!! Nggak kuat!!
Alaa kulli haal, ini barangkali patut kita jadikan renungan dan pelajaran, bahwa dalam kompetisi antara haqq dan bathil ini kita tak semestinya membuang-buang waktu untuk hal-hal tak berfaidah. Dina dan keluarganya ini tentunya cukup untuk dijadikan inspirasi, bahwa kita harus semakin keras berusaha. Peluh harus semakin banyak tercucur, mata harus semakin sedikit terlelap,
semoga Allah memberkahi siapapun yang berjuang di jalanNya.. aamiin..
Selain itu, ketiga, hal lain yang ingin saya ungkapkan di sini. Pasca dua seri memoir saya tentang Dina saya terbitkan (memang kedua tulisan tersebut belum agak cukup untuk menunjukkan siapa Dina), seorang aktivis Muslimah Hizbut tahrir Indonesia yang juga ngefrend di FB tiba-tiba mengirim message/chat ke saya
Selain itu, ketiga, hal lain yang ingin saya ungkapkan di sini. Pasca dua seri memoir saya tentang Dina saya terbitkan (memang kedua tulisan tersebut belum agak cukup untuk menunjukkan siapa Dina), seorang aktivis Muslimah Hizbut tahrir Indonesia yang juga ngefrend di FB tiba-tiba mengirim message/chat ke saya
"hei
Risna saya baca postingan blog kamu tentang bu Dina
Masalah kamu sepertinya kerangka berfikir
Kamu harus melepaskan label, gerenalisasi, dan menilai orang dari fakta yang zhahir saja.
kenapa kamu gak nanya langsung ke bu Dina saja tentang beliau.
Bu dina itu orangnya terbuka. Beliau pernah main ke DPP Muslimah HT untuk penelitian
dia ngoblol banyak dan secara pandangan politik banyak kesamaan walaupun dalam banyak hal lain dia gak setuju.
Syi'ah di Indonesia lebih banyak prasangkanya daripada faktanya.
Ada banyak aliran syi'ah dan kita gak bisa generalisasi."
Barangkali si Teteh itu tak membaca tuntas tulisan saya, apatah lagi membaca tulisan-tulisan Dina di blognya (???). Bahwa Dina tak pernah sedikitpun menaruh simpati pada Hizbut Tahrir. Untuk membuktikannya, silakan saja baca tulisan-tulisannya, tak pernah ada pujian untuk HT, apalagi untuk usaha-usahanya ideologisnya, bahkan justru secara tidak langsung mencacinya, membongkar aib-aibnya, lihat saja pada tulisannya yg memuat gambar MHT sedang berdemonstrasi di ….. soal gambar yang MHT muat di situsnya. Atau baca tulisan Ainur Rofiq yang secara sukarela dimuat Dina dalam Blognya yang menunjukkan bahwa Dina mendukung benar-benar gagasan Ainur Rofiq itu, bahwa HT bagi Dina termasuk dalam kategori takfiri (selain salafi wahabi) yang kekuatannya jika tidak dibendung akan mengancam keutuhan NKRI, tidakkah itu saja sudah jelas?
Then,
Allaahu a’lam bi sh-shawaab_
Then,
Allaahu a’lam bi sh-shawaab_
kategori tulisan:
curcol,
Dina Y. Sulaeman,
perempuan,
Syi'ah
Saturday, November 2, 2013
Pengajian Agama Islam: Sejarah Berdarah Syi'ah Rafidhah (Bagian 1) - Ust...
http://www.youtube.com/v/_nrPHPDrbg8?version=3&autohide=1&autohide=1&autoplay=1&attribution_tag=RPfFxSH1DQUFjhgbBAJSdA&showinfo=1&feature=share
Subscribe to:
Posts (Atom)
biarkan terbang
Rabbiy, izinkanlah energi positifMu senantiasa mengalir bersama tiap-tiap sel darah merah dalam tubuhku, melewati setiap milinya sehingga energi itu akan senantiasa mengiringi setiap hela nafas serta serat-serat otot kakiku untuk berlari kencang kemudian terbang mencari cintaMu,,,,