menarik!! melaui dwilogi novelnya "Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan & Para Pengeja Hujan", Tasaro mengajak
pembaca menjelajah alam imperium megah Persia belasan abad silam (di
belahan dunia lain saat Allah mengutus seorang Rasul terakhir 'Muhammad'
di tanah tandus Arab: tandus atmosfernya, tandus moralitasnya` pada
waktu yang sama), menyusuri tiap sudutnya melalui berbagai detil yang
sangat menakjubkan: Karya-karya megah
nan modern (pada zamannya) rancangan seorang arsitektur perempuan muda
Atusa; gadis-gadis cantik bermata hijau Madain yang dibalut
dalam busana mewah berwarna mencolok namun anggun; Fesenjun kampung kaya
rempah penggugah selera yang dimasak penuh perasaan oleh Putri
Turandokht (Putri mantan penguasa Persia Khosrou II); detil ritus
Zarathustra dan keimanan terhadap Ahuramazda yang ditampilkan sebagian
orang Persia yang ingin mengembalikan kemurnian ajarannya; tak lupa
seorang sarjana pilihan istana Sang Pemindai Surga: Kashva yang memiliki
misi yang sama, melakukan pencarian yang melelahkan dan berdarah-darah
demi menemukan sosok nabi terakhir yang diramalkan oleh semua kitab
suci, yang akan menerangi alam dunia dengan cahayanya sehingga enyah
semua kegelapan...
Muhammad, Maitreya, Astvat-Ereta, Himada, Sang Penggenggam Hujan..
andai imajinasi saya saat membaca novel ini difilmkan, akan menjadi film berkelas dengan biaya produksi yang mahal... :)
novel ini cukup menunjukkan keluasan wawasan penulisnya walau saya tak yakin dengan beberapa bagiannya, yang sadar atau tidak (terutama pada korespondensi antara Kashva dan Elyas, sebuah surat balasan Elyas kepada Kashva pada buku pertama) terdapat kampanye pluralisme yang mengaburkan kebenaran mutlak yang dimiliki agama.