ولقد يسرنا القرآن للذكر فهل من مدكر
Ayat ini memang entah kapan lewat dan kemudian singgah di memori saya, yang jelas ketika Ust. Nashruddin membacakannya ayat itu terasa begitu akrab di telinga. Dengan ayat ini beliau ingin menegaskan bahwa al-Quran benar-benar telah Allah subhaanahu wa ta’ala mudahkan utk dipelajari ummat Muhammad.
Setelah ditype di kolom ‘cari’ sebuah aplikasi alQuran bernama Aayah –yang juga memuat translate alQuran berbagai bahasa dan sekitar tujuh buah tafsir virtual yg pernah diinstallkan salah seorang teman saya (baarakallah fiih)–, ternyata ayat ini Allah ulang sebanyak 4 kali dalam 4 tempat pada surat yg sama, yaitu pada ayat ke 17, 22, 32, dan 40 surat alQamar. Sebelum lebih jauh menelusuri tafsirnya juga membaca keseluruhan surat ini yang mengandung peringatan keras, ke-4 ayat yang sama dalam 1 surah ini sudah menunjukkan ‘betapa’ penekanan Allah bahwa ilmu alQuran itu sebenarnya mudah. Hanya memang kita saja yang lebih banyak menyerah sebelum bertanding, menumbuhkan sugesti bahwa bahasa alQuran adalah bahasa yang sulit.
Selain dalam alQamar, penekanan yang sama juga terdapat dalam ayat yang ditunjukkan Ibn Katsier dalam pembukaan tafsirnya terhadap ayat ke-17 alQamar, yaitu pada surat Maryam [19]: 97 dan Shaad [38]: 29. <<check these out)
Ibn Katsier menafsirkan ayat ini sebagai “sahhalnaa lafzhahu wa yassarnaa ma’naaahu liman araadahu liyatadzakkara n-naas” (telah Kami mudahkan alQuran baik lafazh maupun maknanya bagi siapa saja yang menginginkannya agar mereka senantiasa ‘ingat’) dilanjutkan dengan menyebut Shaad: 29 dan Maryam: 97 sebagai dalil atas tafsirannya tersebut. Selanjutnya Beliau mengutip perkataan Mujaahid bahwa kalimat pertama ayat ini berarti ‘Kami mudahkan membacanya’ yang senada dengan asSuddiy. …. (baca sendiri sampai akhir kelanjutannya dalam kitab tafsir yang dimaksud)
Ust. Nashruddin di tengah penyampaiannya pada saat itu mencandai Dr. Wendi Zarman yang juga hadir memantau kuliah ini dengan ungkapan (kurang lebih seperti ini): “Mempelajari al-Quran itu lebih mudah daripada mempelajari fisika, sewaktu masih kuliah (S3) di UIKA, bnyak teman saya yang berlatar belakang sains. Hanya beberapa termasuk saya yang bukan. Karena alQuran itu mudah ‘lidzaatihi’ utk dipelajari, sementara fisika tidak. Teman saya seperti Pak Wendi ini bisa mempelajari sains sekaligus alQuran, sementara saya bisa mempelajari alQuran tetapi tidak sanggup dengan fisika.” (dengan sedikit modifikasi) Katanya dengan dialek Sundanya yang kental.
Terakhir sekali menjelang sesi diskusi beliau memberi penekanan kepada peserta kuliah PAI 3 untuk memiliki kitab tafsir >> SEKURANG-KURANGNYA Tafsir alQuraani l’Azhiim-nya alHaafizh Abul Fida Ibn Katsier dengan tahqiiq yg terbaik oleh Ahmad Syakir atau Syaykh Nashiruddin alAlbaniy* –selain tafsir-tafsir terjemahan atau susunan mufassir Indonesia seperti alAzhaar-nya Buya Hamka dan alMishbaah-nya Quraish Shihab.
*Syaykh Nashiruddin alAlbani –sebagaimana diungkapkan Dr. Nashruddin di lain kesempatan dalam kuliah Ilmu Haditsnya– adalah seorang seorang alHaafizh era kontemporer yang belum ada tandingannya, yang mana alHaafizh dalam istilah ilmu hadits berarti seorang yang hafal sebanyak minimal 100.000 hadits berikut untaian sanadnya, beliau seorang ahli ilmu hadits riwaayah (yg kemampuan ini teramat jarang dimiliki).
Akhir kata, “Belajar alQuran itu mudah.”
Allah telah menetapkan kemudahan itu dan mengabarkannya kepada kita ummat Muhammad shallallaahu 'alayhi wa sallam sebagai berita gembira bahwa petunjuk Allah itu teramat dekat.
wallaahu a'lamu bi shshawaab